09.12.2025
Waktu membaca: 5 menit

Xabi Alonso di Ujung Tanduk: Kekalahan dari Celta, Tekanan Manajemen, dan Ujian Hidup-Mati Kontra Manchester City

Xabi Alonso di Ujung Tanduk: Kekalahan dari Celta, Tekanan Manajemen, dan Ujian Hidup-Mati Kontra Manchester City

Kekalahan 0–2 dari Celta Vigo bukan sekadar hasil buruk biasa bagi Real Madrid. Laga La Liga tersebut berubah menjadi titik krusial yang mengguncang kursi Xabi Alonso di Santiago Bernabéu. Sejumlah media internasional seperti GOAL, The Sun, Yahoo Sports, SportsMole hingga OneFootball yang mengutip laporan media Spanyol, kompak menggambarkan bahwa kekalahan itu memicu rangkaian diskusi internal di level tertinggi klub, dipimpin langsung oleh presiden Florentino Pérez.

Di tengah sorotan terhadap performa tim yang belum stabil, perhatian kini tertuju pada satu pertandingan: duel Liga Champions melawan Manchester City tengah pekan ini. Di kertas, hanya babak grup. Dalam konteks Madrid dan Alonso, laga itu diperlakukan layaknya ujian akhir.

Kekalahan dari Celta yang Mengubah Suasana di Bernabéu

 

View this post on Instagram

 

A post shared by ARCLANTIC (@arclanticltd)

Kegagalan meraih poin melawan Celta Vigo datang pada momen yang sangat tidak tepat. Real Madrid tampil di standar, kurang intensitas tanpa bola dan minim ide di sepertiga akhir. Hasil 0–2 itu memperpanjang tren performa naik-turun yang sudah memicu kritik dari publik dan media beberapa pekan terakhir.

Dalam laporan GOAL edisi Inggris dan rangkuman Yahoo Sports, kekalahan tersebut digambarkan sebagai “trigger” yang membuat manajemen merasa perlu meninjau ulang arah proyek di Alonso. Bukan hanya soal satu pertandingan, melainkan akumulasi kekecewaan terhadap cara tim bermain: dominasi yang tidak konsisten, masalah di fase bertahan, dan ketergantungan pada momen individu.

Di klub lain, satu kekalahan mungkin masih bisa diberi konteks. Di Real Madrid, terutama ketika menyangkut ekspektasi juara domestik dan Eropa, satu kekalahan bisa menjadi pintu masuk ke evaluasi besar-besaran. Kekalahan dari Celta terjadi di tengah sorotan terhadap kualitas permainan dan menjadi bahan bakar utama bagi narasi bahwa posisi Alonso tidak lagi setangguh sebelumnya.

Rapat Internal dan Tekanan dari Florentino Pérez

The Sun di Inggris memberitakan adanya “emergency late-night meeting” di Bernabéu setelah kekalahan dari Celta. Media lain seperti GOAL, OneFootball (yang mengutip El Mundo) dan Yahoo Sports menulis nada serupa: para petinggi klub, termasuk Florentino Pérez dan direktur umum José Ángel Sánchez, mengadakan diskusi internal untuk membahas situasi tim dan masa depan sang pelatih.

Detail tiap laporan memang bervariasi, tetapi benang merahnya sama. Pertama, manajemen tidak lagi memandang situasi ini sebagai badai kecil yang akan lewat sendiri. Kedua, pembicaraan mengenai kemungkinan pergantian pelatih bukan lagi sekadar spekulasi luar; hal itu sudah masuk ke ruang rapat para pengambil keputusan.

Dalam konteks budaya Real Madrid, sinyal seperti ini jarang berakhir tanpa konsekuensi. Ketika beberapa media Spanyol dan Inggris mulai menggunakan frasa seperti “ultimatum” dan “last chance”, itu mencerminkan bahwa Alonso kini berjalan di garis yang jauh lebih tipis dibanding beberapa bulan lalu, ketika penunjukannya masih dipandang sebagai investasi jangka panjang.

Manchester City: Dari Laga Grup Menjadi “Kesempatan Terakhir”

Duel melawan Manchester City pada matchday Liga Champions berikutnya awalnya mungkin hanya dipandang sebagai ujian berat biasa di fase grup. Namun, pemberitaan dari GOAL, Yahoo Sports dan Fanzword yang merangkum Mundo Deportivo mengangkat laga ini ke level berbeda: pertandingan tersebut digambarkan sebagai “final chance” atau kesempatan terakhir bagi Alonso.

Narasinya sederhana namun keras: jika Madrid kembali kalah dan performanya mengecewakan, keyakinan manajemen terhadap Alonso disebut akan runtuh. Kemenangan tidak serta-merta menjamin masa depan jangka panjang, tetapi setidaknya memberi ruang bernapas dan menahan gelombang tekanan yang sedang menguat.

Lawan yang dihadapi justru mempertegas bobot pertandingan. Manchester City adalah salah satu tim terkuat di Eropa, dengan identitas permainan yang jelas dan skuad yang matang. Bagi Alonso, ini bukan sekadar soal taktik untuk satu malam, melainkan ujian total: sejauh mana ide permainannya sudah benar-benar tertanam di Real Madrid, dan apakah timnya mampu bereaksi setelah keterpurukan kontra Celta.

Bayang-Bayang Klopp dan Zidane di Belakang Alonso

SportsMole, yang mengutip media Spanyol, menyebut nama-nama besar seperti Jurgen Klopp dan Zinedine Zidane sebagai kandidat potensial jika Madrid memutuskan berpisah dengan Alonso. Yahoo Sports dan OneFootball juga menguatkan narasi bahwa diskusi mengenai pengganti bukan lagi sekadar wacana di luar klub.

Zidane, dengan sejarah suksesnya bersama Madrid dan kedekatannya dengan lingkungan Bernabéu, selalu menjadi nama yang muncul setiap kursi pelatih terguncang. Klopp, di sisi lain, menawarkan figur karismatik dengan reputasi membangun proyek jangka panjang dan sepak bola intensitas tinggi. Dua profil yang berbeda, namun sama-sama menghadirkan janji perubahan jika benar-benar dipilih.

Bagi Alonso, keberadaan “bayang-bayang” nama-nama besar ini mempersempit ruang toleransi. Ia bukan hanya bersaing dengan ekspektasi fans dan media, tetapi juga dengan memori kejayaan bersama pelatih sebelumnya dan godaan manajemen untuk kembali ke sosok yang sudah terbukti.

Apa yang Sebenarnya Dipertaruhkan Real Madrid?

Di balik hiruk pikuk rumor pemecatan, Real Madrid sesungguhnya sedang dihadapkan pada dilema klasik: mempertahankan proyek yang belum matang, atau kembali ke pola lama yang menuntut hasil instan. Alonso datang dengan reputasi sebagai pelatih muda yang modern, memiliki ide permainan jelas dan berpotensi menjadi pilar jangka panjang.

Namun, klub seperti Madrid selalu hidup di antara dua dunia: kebutuhan membangun identitas permainan yang stabil dan keharusan memenangi trofi setiap musim. Kekalahan dari Celta, rapat internal, dan label “kesempatan terakhir” saat melawan City hanyalah gejala dari tensi antara dua kepentingan itu.

Jika manajemen memutuskan berpisah terlalu cepat, Madrid berisiko mengulang siklus pergantian pelatih yang membuat proyek tak pernah benar-benar matang. Jika bertahan dengan Alonso tanpa perbaikan siginifikan, mereka mempertaruhkan satu musim yang bisa berakhir tanpa gelar besar di tengah era persaingan domestik dan Eropa yang semakin ketat.

Apa pun yang terjadi melawan Manchester City, kasus Xabi Alonso di Real Madrid akan menjadi studi menarik tentang bagaimana klub raksasa mengelola transisi generasi dan tekanan publik. Kekalahan dari Celta membuka pintu evaluasi, rapat internal memperjelas bahwa manajemen tidak tinggal diam, dan pemberitaan media internasional menggambarkan laga Liga Champions berikutnya sebagai ujian hidup-mati bagi sang pelatih.

Pada akhirnya, keputusan Florentino Pérez dan jajaran direksi akan menjawab satu pertanyaan kunci: apakah Real Madrid bersedia memberi waktu kepada pelatih muda untuk menuntaskan proyeknya, atau kembali memilih jalan cepat dengan mengganti nahkoda di tengah badai. Untuk sementara, semua mata tertuju ke satu pertandingan dan satu sosok di bangku cadangan: Xabi Alonso.