20.10.2025
Waktu membaca: 4 menit

Tudor Sindir Como OKB Serie A “Klub Kecil Palsu”

Tudor Sindir Como OKB Serie A “Klub Kecil Palsu”

19 Oktober 2025 menjadi malam yang membara di Stadio Giuseppe Sinigaglia. Juventus kembali pulang dengan kepala tertunduk, dihajar 2–0 oleh Como – klub yang dalam dua tahun terakhir mendefinisikan ulang arti kejutan di Serie A. Tapi bukan hanya skor yang jadi bahan pembicaraan. Igor Tudor, pelatih Juventus yang biasanya tenang, meledak dengan kalimat yang kini viral:

Como adalah tim kecil palsu.” (ESPN, 19/10)

Bentrok dua dunia : Api sebelum laga

Pernyataan Tudor muncul dalam konferensi pers jelang laga. “Ini pertandingan yang sulit, Como adalah tim kecil palsu. Mereka menghabiskan banyak uang, dan pelatihnya secara pribadi yang memilih semua pemain sesuatu yang jarang terjadi dan sangat bagus,” ucap Tudor.

 

Nada sarkastik itu langsung meledak di media Italia. Fabregas, pelatih Como, hanya tersenyum tipis dan mengatakan, “Kami menghormati semua lawan di lapangan, tapi komentar itu lebih cocok di ruang ganti, bukan di mikrofon.” (FotMob, 17/10)

Ujaran “tim kecil palsu” bukan tanpa konteks. Como dimiliki oleh keluarga Hartono, taipan Indonesia dengan kekayaan mencapai 50 miliar dolar AS melebihi Exor Group (keluarga Agnelli, pemilik Juventus) yang “hanya” memiliki 38 miliar dolar.
Di dunia Serie A, di mana Napoli, Inter, dan Milan biasanya disanjung sebagai “elit lama,” Como hadir sebagai disruptor: klub yang punya uang, visi, dan keberanian. (TVOneNews, 18/10)

Dalam dua musim terakhir, proyek Como berubah drastis. Mereka membangun akademi, menarik pemain muda dari Spanyol dan Amerika Selatan, dan memoles stadion Sinigaglia agar kembali bernyawa seperti era 1980-an. Di balik layar, Cesc Fàbregas bukan sekadar pelatih ia punya saham dan hak veto atas rekrutan utama. Tudor tahu itu, dan mungkin di situlah bara kecil tumbuh menjadi ledakan pasca laga. (Bola.com, 19/10)

Juventus Rungkad di Como

Begitu peluit pertama berbunyi, Juventus tampil seperti raksasa yang lupa cara menggertak. Nico Paz, pemuda Argentina 21 tahun yang direkrut dari Real Madrid Castilla, menari di lini tengah seolah bermain futsal di lapangan beton.
Pada menit ke-4, Marc-Oliver Kempf membungkam Turin lewat sontekan keras hasil umpan Paz. Juventus mencoba membalas tapi kehilangan arah dan VAR menghapus satu-satunya gol mereka lewat Jonathan David karena offside tipis.
Sisa waktu hanya menunjukkan satu hal: Como lebih hidup, lebih lapar, dan lebih cerdas taktis. Gol kedua Paz di menit 79 adalah semacam tawa di wajah sistem lama yang membusuk. (Reuters, 19/10)

Sindiran balik Como 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Troll Putbol (@troll.putbol)

Usai pertandingan, Cesc Fàbregas menolak terpancing provokasi.

“Kami tidak pernah menyebut diri kecil. Tapi jika seseorang tertampar oleh hasil ini, mungkin mereka harus bercermin,”

ucapnya dingin di ruang konferensi. Fans Como meledak di media sosial, menulis: “Klub kecil palsu 2 – Juventus 0.” Kalimat itu jadi mural dadakan di luar stadion pagi berikutnya. (JuveFC, 19/10)

Kekalahan itu memperpanjang paceklik kemenangan Juventus menjadi enam laga. Tekanan kepada Igor Tudor makin menggila. Beberapa laporan di Turin menyebut hubungan antara Tudor dan direksi Juventus menegang, terutama dengan Ketua Eksekutif Maurizio Scanavino.

“Tudor ingin kontrol penuh seperti Fabregas. Tapi Juventus bukan klub yang bisa dikendalikan oleh satu orang,” tulis La Gazzetta dello Sport dalam editorial pascalaga. (Gazzetta, 20/10)

Rumor muncul bahwa Tudor bisa dipecat jika gagal menang melawan Lazio di lanjutan liga pekan depan. Namun, bagi banyak pendukung Juve, isu utama justru bukan hasil melainkan hilangnya DNA perlawanan yang dulu jadi kebanggaan mereka. (Black & White Read All Over, 20/10)

Di luar garis: Sindiran dengan makna

Kalimat “tim kecil palsu” tak hanya menggambarkan frustrasi; ia menyingkap realitas baru sepak bola modern. Uang kini tidak hanya berada di Milan, Turin, atau Roma. Modal global, dari Indonesia hingga Timur Tengah, mengubah peta kekuasaan Serie A.
Seperti bandit yang menantang kerajaan lama, Como datang bukan untuk berpartisipasi tetapi untuk merampas tahta sepak bola Italia. (SportingPedia, 20/10)

Bagi Juventus, kekalahan di Como lebih pahit dari skor itu sendiri. Ini adalah cermin: klub yang percaya dirinya masih raksasa, tapi sebenarnya kehilangan taring di tengah revolusi sepak bola yang digerakkan uang baru dan ide segar. Igor Tudor mungkin salah dalam banyak hal, tapi satu kalimatnya masih menggema di ruang pers Italia minggu ini:

“Mereka bilang sepak bola milik rakyat. Sekarang, rakyatnya siapa dulu?” (BolaSport, 19/10)