21.10.2025
Waktu membaca: 9 menit

Profil Patrick Kluivert: Dari Anak Ajaib Ajax Hingga Arsitek Garuda

Profil Patrick Kluivert: Dari Anak Ajaib Ajax Hingga Arsitek Garuda

Patrick Stephan Kluivert lahir di Amsterdam, Belanda, pada 1 Juli 1976. Ia tumbuh di kawasan Bijlmermeer, wilayah pinggiran Amsterdam yang dikenal sebagai tempat lahirnya banyak talenta sepak bola Belanda keturunan Suriname. Dari kecil, Patrick sudah terbiasa bermain bola di lapangan beton bersama anak-anak lokal, tempat di mana sentuhan pertama, improvisasi, dan kecerdasan membaca ruang menjadi bagian alami dari permainan (Wikipedia, 22/06).

Ayahnya, Kenneth Kluivert, adalah mantan pemain sepak bola di liga Suriname, sementara ibunya, Lidwina, sangat mendukung bakat sang anak. Patrick tumbuh di lingkungan yang keras, namun penuh semangat kompetitif. Ia belajar bahwa sepak bola bukan hanya hiburan, tapi cara untuk membuktikan diri.

Kecintaannya pada sepak bola muncul bukan karena ambisi menjadi terkenal, melainkan karena ia melihat bagaimana permainan ini bisa mempersatukan orang. Mereka yang mengenalnya sejak kecil menggambarkan Patrick sebagai anak yang percaya diri, pekerja keras, dan tidak pernah takut mengambil risiko. Dari sinilah lahir karakter Kluivert yang selalu percaya diri dalam setiap laga besar.

Patrick Kluivert: Elegan, Percaya Diri, dan Penuh Insting Gol

Sebagai pemain, Kluivert dikenal dengan gaya bermain elegan khas striker Belanda: teknik tinggi, kecerdasan membaca ruang, dan penyelesaian akhir yang klinis. Tubuhnya tegap, namun gerakannya ringan. Ia bukan hanya pencetak gol, tapi juga penghubung permainan. Banyak analis di Belanda menjulukinya “The Intelligent Finisher” karena kemampuannya membaca situasi sebelum pemain lain bereaksi (Voetbal International, 08/01).

Di ruang ganti, Kluivert bukan sosok yang banyak bicara, tetapi karismanya kuat. Rekan-rekannya di Ajax dan Barcelona mengenalnya sebagai pemain yang selalu punya solusi di saat genting. Ketika pelatih Van Gaal membutuhkan pemain yang bisa mengeksekusi visi “Total Football” secara modern, Kluivert adalah perpanjangan taktik di lapangan.

Awal Karier di Ajax Amsterdam

(Foto masa muda Kluivert di Barcelona)

Perjalanan profesional Kluivert dimulai di akademi Ajax Amsterdam, tempat di mana sistem pembinaan muda terbaik Eropa mengasah bakat-bakat besar. Ia bergabung sejak usia 10 tahun dan naik ke tim utama pada umur 18 tahun di bawah asuhan Louis van Gaal.

Momen besar datang di Final Liga Champions 1995, saat Ajax menghadapi AC Milan. Dalam pertandingan itu, Kluivert yang baru berusia 18 tahun masuk sebagai pemain pengganti dan mencetak gol tunggal kemenangan Ajax. Gol tersebut bukan hanya mengantarkan klubnya juara Eropa, tapi juga menjadikannya pencetak gol termuda di final Liga Champions (Kompas, 07/01).

Selama tiga musim di Ajax (1994–1997), ia mencatat 100 penampilan dan 52 gol, serta membantu klub meraih tiga gelar Eredivisie dan satu Liga Champions 1995. Kluivert dikenal sebagai simbol generasi emas Ajax bersama Clarence Seedorf, Edwin van der Sar, dan Edgar Davids  generasi yang membentuk identitas sepak bola Belanda modern (GoodStats, 08/01).

Petualangan Kluivert di Eropa: Milan dan Barcelona

Setelah kesuksesannya di Ajax, Kluivert bergabung dengan AC Milan pada 1997. Namun, musim pertamanya di Italia tidak berjalan mulus. Ia hanya mencetak 9 gol dari 33 pertandingan Serie A, dan gaya sepak bola defensif Italia membuatnya kesulitan menyesuaikan diri (Footballdatabase, 04/01).

Musim berikutnya, Van Gaal membawanya ke Barcelona, klub yang menjadi rumah keduanya. Bersama Rivaldo, Luis Figo, dan kemudian Ronaldinho, Kluivert menjadi bagian dari lini serang paling menakutkan di Eropa. Dalam enam musim (1998–2004), ia tampil 257 kali dan mencetak 122 gol, membawa Barcelona menjuarai La Liga 1998–1999 (Wikipedia, 22/06).

Di Camp Nou, Kluivert menjadi simbol gaya menyerang khas Belanda yang berpadu dengan flair Spanyol. Van Gaal memuji kecerdasannya dalam membangun serangan: “Patrick berpikir seperti pelatih, bukan hanya penyerang.” (Marca, 14/01).

Fase Akhir Patrick Kluivert di Inggris, Spanyol, dan Prancis

Selepas Barcelona, Kluivert melanjutkan kariernya ke sejumlah klub besar Eropa.

  • Newcastle United (2004–2005): 37 laga, 13 gol.
  • Valencia (2005–2006): 16 laga, 2 gol.
  • PSV Eindhoven (2006–2007): 21 laga, 3 gol.
  • Lille OSC (2007–2008): 14 laga, 4 gol.

Total karier klubnya mencatat 478 penampilan dan 205 gol. Meski sempat berpindah klub, kontribusinya di setiap tim tetap berkesan  bukan hanya lewat gol, tapi lewat pengalaman dan profesionalisme yang ditinggalkannya (GoodStats, 08/01). kalah dramatis dari Brasil di semifinal (DetikJateng, 07/01).

Ringkasan Karier Bermain Patrick Kluivert

Klub Periode Penampilan Gol
Ajax Amsterdam 1994–1997 100 52
AC Milan 1997–1998 33 9
Barcelona 1998–2004 257 122
Newcastle United 2004–2005 37 13
Valencia CF 2005–2006 16 2
PSV Eindhoven 2006–2007 21 3
Lille OSC 2007–2008 14 4
Total 1994–2008 478 205
(Sumber: GoodStats, 08/01; Wikipedia, 22/06)

 

Pengabdian untuk Tim Nasional Belanda

Patrick Kluivert mengenakan seragam Timnas Belanda sejak 1994 hingga 2004, mencatat 79 caps dan 40 gol, menjadikannya salah satu pencetak gol terbanyak dalam sejarah Oranje (Wikipedia, 22/06). Momen puncaknya datang di Euro 2000, ketika ia menjadi top skor turnamen dengan 5 gol, termasuk hat-trick bersejarah ke gawang Yugoslavia dalam kemenangan 6–1 di perempat final. Bersama Ruud van Nistelrooy dan Dennis Bergkamp, ia membentuk trio penyerang paling tajam yang pernah dimiliki Belanda. Ia juga tampil impresif di Piala Dunia 1998, membawa Belanda finis di posisi ketiga setelah 

(Patrick Kluivert striker andalan menjadikannya legenda Timnas Belanda )

Perjalanan Kluivert Sebagai Pelatih

(Foto Kluivert bersama Van Gaal di Piala Dunia 2014)

Setelah pensiun pada 2008, Kluivert langsung menempuh jalur kepelatihan. Ia memulai sebagai asisten pelatih AZ Alkmaar (2008–2009), sebelum menimba pengalaman di berbagai klub dan tim nasional.

  • Brisbane Roar (2010) – Asisten pelatih di Australia.
  • NEC Nijmegen & Jong Twente (2011–2012) – Membawa Twente U-21 juara Beloften Eredivisie (Bolaskor, 07/01).
  • Timnas Belanda (2012–2014) – Asisten Van Gaal di Piala Dunia 2014, membawa Belanda finis peringkat ketiga.
  • Timnas Curaçao (2015–2016) – Mengantar tim kecil Karibia itu ke Caribbean Cup Final untuk pertama kalinya (Liputan6, 06/01).
  • Direktur Akademi Barcelona (2019–2021) – Membina generasi muda seperti Ansu Fati dan Gavi.
  • Adana Demirspor (2023) – Melatih di Turki sebelum berlabuh ke Indonesia (Bola.net, 05/01).

Kiprah Kluivert di Timnas Indonesia

(Kluivert bersama marselino setelah press conference prematch melawan Bahrain)

Patrick Kluivert resmi ditunjuk pelatih kepala Timnas Indonesia pada Januari 2025, menggantikan Shin Tae-yong. Ia membawa dua asisten senegaranya, Alex Pastoor dan Denny Landzaat, yang membantunya menerapkan filosofi sepak bola Eropa di tim Garuda (Kompas, 12/10).

Selama delapan pertandingan resmi, Indonesia mencatat 3 kemenangan, 1 imbang, dan 4 kekalahan. Meski hasilnya belum konsisten, banyak pihak mengakui peningkatan dalam organisasi permainan dan mental bertanding pemain (Skor.id, 10/10).

Kluivert menerapkan formasi fleksibel antara 3-4-3 dan 4-2-3-1, dengan fokus pada pressing cepat dan kontrol lini tengah. Ia juga memberi kepercayaan besar pada pemain diaspora seperti Thom Haye, Jay Idzes, dan Kevin Diks. Meskipun akhirnya kontraknya diputus lebih cepat pada Oktober 2025, kontribusinya dinilai penting dalam membangun fondasi taktik modern di Timnas (Kompas, 12/10).

Kedekatan dengan Pemain Timnas Indonesia

Hubungan Patrick Kluivert dengan para pemain Timnas Indonesia semasa menjabat pelatih kepala (Januari–Oktober 2025) menunjukkan dinamika profesional yang kompleks: ada kedekatan berlandaskan respek awal, namun juga jarak emosional yang muncul di fase akhir masa kepelatihannya.

Sejak awal, Kluivert dikenal sebagai pelatih yang komunikatif dan karismatik di ruang ganti. Ia sering memberikan arahan langsung kepada pemain diaspora seperti Jay Idzes, Calvin Verdonk, dan Joey Pelupessy, terutama mengenai adaptasi taktik dan gaya pressing khas Eropa. Dalam wawancaranya pada September 2025, Kluivert menyebut bahwa pemain Indonesia memiliki “semangat dan determinasi luar biasa” serta cepat menyerap konsep permainan modern (MNCVision, 25/09).

(Senyum Romeny bersama Patrick Kluivert)

Selain itu, pemain seperti Ole Romeny juga menunjukkan kekaguman terhadap Kluivert, menyebutnya sosok yang pintar membaca situasi dan memberi motivasi sebelum pertandingan besar. Romeny bahkan memuji mantan penyerang Barcelona itu sebagai 

“pelatih yang tahu cara membangkitkan rasa percaya diri pemain muda” (Facebook Ole Romeny, 20/10).

Meski akrab di awal, Kluivert tetap menjaga batas antara kedekatan emosional dan profesionalisme. Ia menerapkan sistem seleksi ketat, hanya memanggil pemain yang punya menit bermain reguler di klub masing-masing. Hal itu terlihat ketika Marselino Ferdinan dan Mees Hilgers tidak dipanggil karena kurang jam bermain di klubnya. 

Keputusan tegas tersebut sempat menimbulkan ketegangan kecil, namun Kluivert menegaskan, “Pemain yang siap secara fisik dan mental yang akan membela Merah Putih” (BolaSport, 26/09).

Pendekatan disiplin ini disukai oleh pemain yang berlatar Eropa seperti Idzes dan Verdonk, tetapi dinilai cukup keras oleh sebagian pemain lokal yang terbiasa dengan pola latihan lebih fleksibel. Kluivert menanamkan budaya evaluasi rutin dan analisis video setiap selesai laga, sebuah kebiasaan baru di Timnas Indonesia (Bola.com, 03/10).

Respon Pemain Setelah Pemecatan

Setelah pemutusan kontrak Kluivert pada Oktober 2025, reaksi pemain Timnas Indonesia justru minim di ruang publik. Berdasarkan laporan TVOneNews, tidak ada satu pun pemain, baik lokal maupun diaspora, yang mengunggah ucapan perpisahan kepada sang pelatih. Mayoritas memilih bungkam, termasuk nama-nama seperti Rizky Ridho, Yakob Sayuri, Beckham Putra, serta pemain diaspora Maarten Paes dan Justin Hubner (TVOneNews, 19/10).

Hanya Jay Idzes dan Calvin Verdonk yang menulis unggahan di Instagram, tapi bukan untuk Kluivert secara langsung—melainkan untuk meredam komentar negatif terhadap Ketua Umum PSSI Erick Thohir pasca pengumuman tersebut. Diamnya para pemain ini memperkuat kesimpulan bahwa hubungan mereka dengan Kluivert di akhir periode kepelatihan cenderung dingin dan profesional tanpa kedekatan personal.

Pandangan Staf dan Dampak ke Pemain

Asisten pelatih Alex Pastoor sempat mengungkapkan kepada media Belanda bahwa tim pelatih sudah

“berusaha keras menjelaskan filosofi permainan kepada para pemain.”

Menurutnya, secara umum skuad Indonesia responsif, meski adaptasi terhadap sistem pressing intens dan transisi cepat memerlukan waktu lebih panjang. Ia menilai para pemain telah bekerja maksimal, namun belum mampu menandingi kualitas fisik lawan-lawan Asia Barat seperti Irak dan Arab Saudi (TVOneNews, 20/10).

Meski demikian, beberapa pemain diketahui menghormati Kluivert atas disiplin dan dedikasi taktisnya. Ia sering memberi sesi individual kepada pemain belakang seperti Rizky Ridho terkait pengambilan keputusan saat build-up dan transisi bertahan, serta memberikan arahan langsung kepada kiper Maarten Paes mengenai distribusi bola vertikal (Kompas, 03/10).

Filosofi dan Karakter Kepelatihan ala Kluivert

Sebagai pelatih, Kluivert dikenal elegan, tenang, namun tegas. Ia percaya bahwa sepak bola modern menuntut keseimbangan antara disiplin taktik dan kebebasan kreatif. Dalam salah satu wawancara di Belanda, ia mengatakan,

“Saya ingin pemain berpikir, bukan sekadar berlari. Ketika mereka memahami mengapa harus menekan, kapan bergerak, dan kapan diam, mereka tumbuh bukan hanya sebagai pemain, tapi sebagai pemimpin di lapangan.” (Voetbalzone, 05/01).

Gaya latihannya menekankan penguasaan bola, permainan vertikal cepat, dan efisiensi ruang. Ia tidak suka timnya bertahan terlalu dalam, namun juga menolak gaya menyerang tanpa arah. Filosofinya disebut banyak analis sebagai ‘Total Football modern’perpaduan disiplin Belanda dengan improvisasi pemain tropis (Liputan6, 06/01).

Pengaruh dan Warisan

Meski hanya sebentar menukangi Indonesia, Kluivert meninggalkan kesan mendalam. Beberapa pemain muda seperti Marselino Ferdinan dan Justin Hubner mengaku banyak belajar tentang taktik dan mentalitas profesional darinya.

Di setiap tempat yang ia latih, Kluivert membawa satu pesan utama: “Sepak bola adalah tentang keputusan. Siapa yang lebih cepat berpikir, dialah yang menang.”

Patrick Kluivert bukan hanya legenda di lapangan, tapi juga arsitek ide yang mencoba mengubah cara pandang tim terhadap permainan. Dari anak ajaib Ajax yang menaklukkan Eropa hingga pelatih yang menanamkan fondasi profesionalisme di Indonesia, perjalanan hidupnya menunjukkan bahwa kehebatan sejati tidak hanya diukur dari trofi, tapi juga dari warisan ide dan cara berpikir (Kompas, 07/01; Skor.id, 10/10).

Patrick Kluivert adalah simbol evolusi sepak bola modern  pemain cerdas, pelatih visioner, dan pendidik yang selalu percaya bahwa sepak bola sejatinya adalah seni berpikir dan bekerja dengan hati.