07.11.2025
Waktu membaca: 5 menit

Pecco Bagnaia Geram: MotoGP Kehilangan Kredibilitas!

Pecco Bagnaia Geram: MotoGP Kehilangan Kredibilitas!

Kecelakaan horor di kelas Moto3 Malaysia Grand Prix 2025 memicu gelombang kritik keras dari pembalap MotoGP, Francesco “Pecco” Bagnaia. Juara dunia dua kali itu menilai keputusan panitia untuk melanjutkan balapan setelah insiden serius di Sepang sebagai langkah yang “tidak manusiawi dan memalukan”. (Crash.net, 31/10)

Kecelakaan yang Bikin Sunyi Sirkuit Sepang

Insiden terjadi di lap kedua balapan Moto3 Malaysia, ketika Noah Dettwiler dari tim CIP Green Power terjatuh dan tertabrak beberapa pembalap di belakangnya. Balapan langsung dihentikan sementara, namun setelah beberapa menit, panitia memutuskan untuk melanjutkan lomba dengan sisa lap. Keputusan itu sontak menimbulkan kontroversi besar di paddock. (TalkSport, 01/11)

Tim medis langsung mengevakuasi Dettwiler ke rumah sakit terdekat dalam kondisi kritis. Beberapa jam kemudian, timnya mengeluarkan pernyataan resmi bahwa sang pembalap masih dalam penanganan intensif dan belum bisa memberi kabar lebih lanjut. Namun, yang memicu amarah banyak pihak adalah minimnya informasi resmi dari pihak Dorna Sports, operator MotoGP. (El País, 31/10)

Pecco Bagnaia: “Kami Bukan Robot!”

Pecco, yang saat itu tengah bersiap untuk balapan kelas utama, langsung menyuarakan kekecewaannya. Dalam wawancara usai sesi kualifikasi, ia mengatakan bahwa pihak penyelenggara seolah menutup mata terhadap kenyataan di lintasan.

“Kami semua tahu apa yang terjadi. Tapi tak ada satu pun pengumuman yang jelas. Mereka tetap jalankan balapan seperti tidak ada apa-apa. Ini membuat MotoGP kehilangan kredibilitas,” tegas Bagnaia. (AS.com, 31/10)

Bagnaia menambahkan, para pembalap MotoGP dan Moto2 di pit merasa tidak nyaman karena tidak tahu kondisi rekan mereka di Moto3. “Kami bukan robot yang hanya disuruh balapan. Kami manusia. Kami tahu rasanya kehilangan seseorang di lintasan,” katanya dengan nada emosional. (Crash.net, 31/10)

Suara dari Paddock: Banyak yang Setuju

Kritik Pecco bukan satu-satunya. Beberapa pembalap lain seperti Marco Bezzecchi, Fabio Di Giannantonio, dan Enea Bastianini juga mempertanyakan keputusan Dorna. Mereka menilai bahwa panitia seharusnya menunda seluruh rangkaian balapan sampai ada kejelasan kondisi Dettwiler.

“Setiap kali ada kecelakaan seperti itu, suasana paddock langsung hening. Tapi kali ini berbeda. Kami benar-benar tidak tahu apa-apa,” ujar Bezzecchi. (El País, 31/10)

Sementara itu, sejumlah tim manajer juga menyoroti aspek komunikasi Dorna. Mereka menilai protokol krisis di MotoGP saat ini “tidak transparan dan tidak sensitif”. “Seharusnya ada informasi resmi sesegera mungkin agar tidak ada spekulasi di antara pembalap,” ungkap salah satu sumber di paddock. (Crash.net, 31/10)

Dorna Sports Diserang Soal Etika

Dorna Sports, selaku penyelenggara, memang belum mengeluarkan pernyataan publik yang menjelaskan secara detail alasan mengapa balapan Moto3 tetap dilanjutkan. Hanya disebut bahwa keputusan diambil berdasarkan “rekomendasi medis dan kondisi sirkuit yang aman.” Namun, bagi banyak orang di paddock, alasan itu tidak cukup. (AS.com, 31/10)

Media Spanyol El País menulis bahwa “paddock MotoGP sedang kehilangan kepercayaan terhadap pengelolaan krisis oleh Dorna.” Artikel itu menyebut banyak pembalap merasa pihak penyelenggara lebih fokus pada jadwal siaran TV dan komersial ketimbang keselamatan. (El País, 31/10)

Pecco Bagnaia, yang dikenal vokal soal keselamatan, menyindir: “Kalau mereka bilang ini demi pertunjukan, maka saya rasa mereka sudah lupa inti dari olahraga ini — nyawa manusia.” (AS.com, 31/10)

Publik Dunia Balap Ikut Bereaksi

Kritik Bagnaia langsung viral di media sosial. Tagar #PrayForDettwiler dan #MotoGPTrending di X (Twitter) sempat menempati puncak trending global pada Sabtu malam. Banyak penggemar membandingkan kejadian ini dengan insiden tragis Jason Dupasquier pada 2021 dan Andreas Pérez pada 2018 — dua kecelakaan yang sama-sama mengguncang dunia MotoGP muda. (TalkSport, 01/11)

Beberapa jurnalis olahraga ternama juga ikut bersuara. Simon Patterson dari The Race menulis bahwa “respons MotoGP kali ini sangat buruk secara komunikasi. Di saat dunia butuh kejelasan, mereka malah bungkam.” (Crash.net, 31/10)

Reaksi publik ini menandakan bahwa MotoGP tak hanya menghadapi masalah di lintasan, tetapi juga krisis kepercayaan dari penggemar dan pembalap sendiri. (El País, 31/10)

Kecelakaan Moto3 Malaysia: Fakta Singkat

  • Korban: Noah Dettwiler (CIP Green Power, Swiss)
  • Kelas: Moto3 Malaysia GP 2025
  • Lap: 2
  • Status: Dalam perawatan intensif, kondisi kritis namun stabil
  • Reaksi publik: Gelombang kritik terhadap Dorna Sports dan FIM keputusan melanjutkan balapan (TalkSport, 01/11)

Insiden ini kembali memunculkan pertanyaan besar tentang prosedur keselamatan dan etika kompetisi di ajang balap motor dunia. (Crash.net, 31/10)

Bagnaia dan Isu Humanisme di Dunia Balap

Bagnaia bukan pertama kalinya bersuara keras terhadap regulasi MotoGP. Tahun 2023, ia juga menyoroti lemahnya kontrol Race Direction terhadap tabrakan beruntun di sirkuit Catalunya. Namun kali ini, nada suaranya lebih emosional — bukan soal aturan, tapi soal kemanusiaan.

“Kami tahu risiko. Tapi ketika seseorang jatuh seperti itu, semua orang harus berhenti. Bukan karena peraturan, tapi karena nurani,” kata Bagnaia. (AS.com, 31/10)

Beberapa pihak menyebut bahwa keberanian Bagnaia berbicara terbuka adalah refleksi dari rasa frustrasi para pembalap terhadap sistem yang terlalu “dingin” dalam menghadapi tragedi. (El País, 31/10)

MotoGP Perlu Reformasi Keselamatan

Gelombang kritik ini membuat banyak pihak menyerukan reformasi total dalam manajemen krisis MotoGP. Beberapa proposal yang muncul di antaranya:

  1. Membentuk tim komunikasi darurat independen yang bertugas memberi informasi real-time soal kondisi pembalap yang mengalami kecelakaan.
  2. Membekukan semua sesi balapan hingga ada laporan medis resmi.
  3. Melibatkan perwakilan pembalap dalam proses pengambilan keputusan pasca-insiden. (Crash.net, 31/10)

Para penggemar berharap Dorna segera merespons secara terbuka, bukan hanya dengan pernyataan pers singkat. “Jika mereka tidak berubah, publik akan menganggap MotoGP hanyalah bisnis, bukan olahraga lagi,” tulis kolumnis La Gazzetta dello Sport. (El País, 31/10)

Kemarahan Pecco Bagnaia mungkin terdengar emosional, tapi kata-katanya mencerminkan keresahan banyak orang di dunia balap. MotoGP telah berkembang menjadi industri global bernilai miliaran euro, namun dalam momen seperti ini, yang diuji bukan sekadar kecepatan — melainkan nilai kemanusiaan. (AS.com, 31/10)

“Jika kita kehilangan empati, maka kita kehilangan segalanya,” tutup Pecco dalam konferensi pers di Sepang. Sebuah pesan keras yang menggema di seluruh paddock dan menampar realitas keras dunia balap modern. (Crash.net, 31/10)