13.12.2025
Waktu membaca: 6 menit

Ini Dia Videonya! Kolkata Bikin Patung Messi Raksasa 70 Kaki, Sambut Sang GOAT

Ini Dia Videonya! Kolkata Bikin Patung Messi Raksasa 70 Kaki, Sambut Sang GOAT

Demam Lionel Messi di India kembali memuncak setelah muncul kabar tentang patung/instalasi raksasa yang menampilkan sang megabintang mengangkat trofi Piala Dunia. Struktur yang disebut setinggi sekitar 70 kaki (±21 meter) itu berdiri di Kolkata dan diposisikan sebagai simbol penyambutan jelang agenda yang ramai dibicarakan sebagai rangkaian “GOAT Tour”. Bagi publik, ini bukan sekadar dekorasi fanbase: ukuran, lokasi, hingga konsekuensi pengamanan membuatnya terasa seperti proyek kota yang sengaja dirancang untuk meninggalkan jejak.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Extra Time Indonesia (@idextratime)

Di saat yang sama, cerita “India membuat patung Messi” sering memicu kebingungan karena ada dua konteks yang berbeda. Kolkata membawa narasi event besar dan instalasi permanen/legacy. Sementara Kerala wilayah dengan kultur dukungan Argentina yang kuat lebih dikenal lewat aksi kreatif komunitas yang viral, termasuk pemasangan “cutout” Messi di sungai menjelang Piala Dunia 2022. Dua konteks ini sama-sama memamerkan besarnya magnet Messi, tetapi melalui bahasa yang berbeda: satu lewat perayaan berskala kota, satu lewat kreativitas akar rumput.

Patung 70 kaki di Kolkata diposisikan sebagai ikon penyambutan Messi berskala kota

Yang membuat instalasi ini menonjol bukan hanya tingginya, tetapi bagaimana ia dipresentasikan. Patung/instalasi Messi di Kolkata diperlakukan sebagai pusat perhatian utama: titik berkumpul massa, latar foto, sekaligus tanda bahwa Kolkata ingin mem-branding dirinya sebagai kota sepak bola yang mampu menggelar peristiwa besar. Dalam logika acara, landmark raksasa seperti ini bekerja sebagai “magnet visual” yang mengarahkan arus kerumunan semakin ikonik objeknya, semakin mudah acara “hidup” tanpa perlu banyak penjelasan.

Narasi ini juga menjelaskan mengapa pembahasan tentang patung tidak berhenti pada seni atau fandom. Ia berubah menjadi indikator kesiapan kota mengelola event: koordinasi lokasi, pengamanan, potensi kemacetan, dan respons publik. Patung tersebut, singkatnya, dipakai sebagai simbol bahwa kedatangan Messi (atau agenda bertema Messi) diperlakukan sebagai peristiwa lintas-sektor.

Proyek dikebut dan durasi pembuatannya jadi pembicaraan karena dinilai “tidak masuk akal cepatnya”

Salah satu detail yang paling sering memancing perhatian adalah kecepatan pengerjaan. Ada laporan yang menyebut proyek ini selesai dalam kisaran lebih dari sebulan, sementara laporan lain menyebut hitungan hari yang lebih singkat. Perbedaan angka ini bisa muncul karena cara menghitung yang berbeda: ada yang menghitung sejak rangka awal dipasang, ada yang menghitung sejak fase pemahatan/finishing dimulai.

Terlepas dari variasi itu, pesan yang sampai ke publik sama: instalasi ini dikebut, dan percepatan itu menjadi bagian dari narasinya. Dalam event modern, kecepatan bukan hanya soal teknis; ia memberi kesan urgensi dan “momen besar sudah dekat”. Efeknya sederhana namun kuat: publik terdorong untuk datang, memotret, dan membagikan karena merasa sedang menyaksikan sesuatu yang langka dan terbatas waktunya.

Peresmian virtual memperlihatkan acara dikemas rapi, sekaligus menghindari risiko kerumunan yang tak terkendali

Ada pula informasi bahwa peresmian patung dapat dilakukan secara virtual, sebuah format yang terdengar tidak biasa untuk momen sebesar ini. Namun justru di situlah logikanya: peresmian virtual dapat menjadi kompromi antara kebutuhan simbolik (patung “resmi dibuka”) dan kebutuhan operasional (mengurangi tekanan kerumunan di satu titik, menekan risiko keamanan, serta menjaga jadwal tetap disiplin).

Model peresmian seperti ini juga menunjukkan bahwa instalasi bukan sekadar proyek spontan komunitas. Ia diposisikan mengikuti ritme event yang terukur: ada waktu peresmian, ada narasi legacy, ada pengelolaan keramaian. Dengan kata lain, patung ini bukan hanya karya ia adalah bagian dari “mesin acara”.

Pengamanan dan manajemen massa menegaskan Messi mania berdampak ke level operasional kota

Jika suatu fenomena benar-benar besar, biasanya ia menembus lapisan paling praktis: keamanan dan lalu lintas. Dalam kasus Kolkata, pembahasan seputar pengamanan muncul karena ekspektasi massa sangat tinggi. Ketika isu pengamanan sudah dibahas terbuka, itu berarti penyelenggara dan otoritas menganggap aktivitas publik yang terjadi bukan keramaian biasa.

Hal ini penting karena membedakan “viral sesaat” dengan “peristiwa kota”. Banyak tren ramai di internet, tapi tidak semua menuntut rekayasa kerumunan. Messi mania di Kolkata justru menyentuh aspek paling konkret: pengendalian titik kumpul, pergerakan orang, dan risiko kepadatan. Patung raksasa yang mungkin awalnya dianggap sekadar simbol akhirnya menjadi faktor yang memengaruhi pola mobilitas warga.

Rekayasa lalu lintas menjadi bukti paling nyata bahwa euforia tidak hanya terjadi di media sosial

Elemen yang paling membumi dari fenomena ini adalah munculnya imbauan terkait pengaturan lalu lintas: penutupan jalur, pengalihan arus, dan rute alternatif. Di sini, “patung Messi” berubah status dari objek hiburan menjadi variabel yang memengaruhi hari warga kota. Saat jalan ditutup dan arus dialihkan, narasi Messi mania tidak lagi bisa dikecilkan menjadi isu fandom belaka. Ia sudah menjadi urusan tata kelola ruang publik.

Bagi penyelenggara, ini juga menjadi ujian reputasi: seberapa rapi mereka mengelola kerumunan, dan seberapa kecil dampak negatif pada warga yang tidak terlibat. Bagi publik, ini mempertegas satu hal: momen bertema Messi dianggap cukup besar untuk mengubah operasi kota, setidaknya sementara.

Kerala lebih dulu terkenal lewat instalasi “cutout” Messi di sungai yang sering disangka patung

Di luar Kolkata, nama Kerala selalu muncul ketika membahas dukungan India kepada Argentina dan Messi. Salah satu aksi paling viral terjadi pada 2022, ketika komunitas memasang cutout Messi setinggi sekitar 30 kaki di sungai. Banyak orang menyebutnya “patung”, padahal bentuknya figur datar dengan rangka. Namun, dalam dunia konten, istilah sering bercampur: yang diingat publik adalah skalanya yang ekstrem dan lokasinya yang tidak lazim.

Fenomena Kerala menunjukkan sisi lain Messi mania di India: lebih organik, lebih komunitas, dan kadang lebih “nekat” dalam mencari cara mengekspresikan dukungan. Ini bukan gaya event kota, melainkan gaya fan culture yang hidup, kompetitif, dan kreatif.

Epilog cutout yang berpindah ke fans Brasil memperlihatkan budaya rivalitas yang unik

Cerita Kerala bahkan punya epilog yang membuat orang tersenyum: cutout Messi itu kemudian dipindahkan dan dikabarkan menjadi milik penggemar Brasil. Di wilayah yang rivalitas fan Argentina–Brasil sangat kuat, perpindahan “artefak” seperti ini menjadi narasi tersendiri. Ia memperlihatkan bahwa dukungan sepak bola di India terutama di kantong-kantong fanatik bukan sekadar kagum pada idola, tetapi juga permainan identitas sosial yang penuh simbol.

Kesimpulannya, patung/instalasi raksasa di Kolkata dan tradisi fan culture di Kerala sama-sama mengarah pada satu pesan: India tidak hanya merayakan Messi, tetapi mulai membangun ritual publik dan landmark yang mengubah dukungan menjadi pengalaman kolektif.

Sumber informasi dalam berita ini dirangkum dari laporan Times of India, Indian Express, India Today, Financial Express, National Herald, NDTV, Olympics.com, Scroll, serta Onmanorama.