01.10.2025
Waktu membaca: 4 menit

Tiga Hal yang Jadi Perhatian Serius dalam Kekalahan Liverpool Kontra Galatasaray di Liga Champions

Florian Wirtz of Liverpool

Liverpool kembali meneruskan form kekalahan mereka usai mendapatkan hasil mengecewakan saat menghadiri undangan dari sang raksasa Turki, Galatasaray, untuk perhelatan minggu kedua Liga Champions 2025/26 (01/10). Dan tentunya ini telah menarik perhatian serius dari para penggemarnya yang melihat tanda-tanda penurunan yang kian mengkhawatirkan.

Sebelum bertandang ke Turki, The Reds telah mengalami kekalahan di Liga Premier Inggris saat menemui Crystal Palace di markasnya beberapa hari lalu dengan hasil akhir 2-1. Meski mereka mengatakan tidak ada masalah besar, nyatanya hasil kekalahan serupa terulang kembali.

Dan dari kekalahan tersebut, kami menemukan beberapa hal yang disorot dari para pengamat maupun penggemar dari lapangan maupun di layar kaca. Poin-poin di ini mungkin tidak akan terlalu mengejutkan mereka yang telah menonton Liverpool sejak awal musim, dan sudah sepatutnya menjadi perhatian besar apabila sang juara bertahan Liga Inggris itu ingin mempertahankan konsistensinya di seluruh laga besar.

Apa saja yang paling diributkan di sini?

Transfer mahal yang belum panas

Dengan nominal yang ditaksir mencapai nyaris 300 juta Euro, tidak mengherankan apabila pembelian Alexander Isak dari Newcastle United dan Florian Wirtz dari Bayer Leverkusen di musim 2025/26 telah menjadi transfer yang ramai dibicarakan hingga saat ini. Dan melihat performa mereka dalam klub sebelumnya, tentu semuanya bisa menebak akan ada ekspektasi besar yang mereka tanggung saat pindah ke kubu Merah.

Namun, kenyataannya justru sangat jauh dari apa yang diharapkan para penggemar setia Liverpool. Alih-alih menampilkan kembali permainan yang menjadikan mereka sebagai pemain paling disegani musim lalu, Isak dan Wirtz masih terlihat bingung dengan strategi yang diterapkan oleh manajer Arne Slot. Khusus untuk yang terakhir disebut, Ia bahkan menjadi sasaran meme dari pendukung tim lawan karena tampil tanpa kontribusi besar sejak didatangkan beberapa bulan lalu.

Meski secara teknis Wirtz masih menorehkan catatan statistik yang oke sebagai pemain nomor 10 pada umumnya, mantan wonderkid Timnas Jerman itu masih kesulitan dalam mencari ruang dan memberikan peluang yang bisa dimanfaatkan dengan baik oleh rekan-rekannya di sepertiga akhir. Padahal aspek seperti ini telah menjadi rutinitasnya ketika menghadapi laga-laga besar bersama Bayer.

Di waktu yang bersamaan, Isak yang kini berkompetisi dengan Hugo Ekitike juga belum menunjukkan pertanda bagus sebagai penyerang murni. Meskipun baru bergabung dalam waktu yang sangat singkat, Ia tetap menuai kritik karena dianggap tidak seharusnya terlihat seperti pemain baru di saat dirinya telah mengantongi pengalaman bermain di dua liga besar Eropa.

Sisi kiri yang minim gebrakan

Berbicara mengenai transfer, tentunya para penggemar mereka turut mengkritik keputusan lain yang dianggap tak kalah mengecewakan, yakni menjual Luis Diaz ke Bayern Munchen dan mempertahankan Federico Chiesa yang rentan cedera untuk melapisi sayap kiri.

Seperti yang diketahui, serangan Liverpool dalam beberapa musim terakhir sangat dikenal khas dengan partnership Diaz dan Mohamed Salah yang menyerang secara intens dari kiri dan kanan. Meski jarang mencetak gol, Diaz selalu merusak strategi lawan dengan berpartisipasi aktif saat memberi tekanan di wilayah mereka sendiri dan membuat peluang yang bisa dimanfaatkan oleh rekan-rekannya.

Sayangnya, partnership ini belum menemukan daya ledaknya kembali setelah Cody Gakpo menjadi pemain rutin di bagian kiri. Meski memiliki kapasitas fisik yang kuat, Gakpo dinilai belum menunjukkan kreativitas untuk menciptakan peluang bagus bagi timnya dalam situasi-situasi susah, dan Chiesa yang seharusnya bisa menyelesaikan masalah tersebut kesulitan mendapat jam bermain.

Untuk saat ini, Liverpool memang masih bisa mengandalkan Ryan Gravenberch sebagai pembangun serangan di lini tengah, atau memanfaatkan rotasi Dominik Szoboszlai yang bisa bermain sebagai bek sayap atau pemain tengah sama bagusnya. Walau demikian, mereka harus mencari solusi agar tidak terbiasa dengan taktik tambal sulam ini.

Intensitas tinggi yang beresiko

Berkaca dari laga Galatasaray dan Crystal Palace, terlihat jelas bahwa mereka tidak bisa sekadar mengandalkan tekanan tinggi ketika menghadapi lawan dan mengharap blunder tercipta di setiap pertandingan. Alih-alih menciptakan peluang, strategi ini justru menjadi bumerang saat mereka tampil terlalu agresif tanpa mempertimbangkan resiko saat transisi menyerang ke bertahan.

Seperti yang bisa disaksikan, peluang penalti yang dimanfaatkan Victor Osimhen berasal dari kelalaian lini belakang yang berusaha terlalu keras untuk menghentikannya karena terlambat mengantisipasi serangan balik yang cepat. Situasi seperti ini juga telah terlihat saat menghadapi Crystal Palace kemarin, di mana hampir semua pemain terlihat tegang saat menjaga pertahanannya dalam situasi terdesak.

Dengan sisa musim yang masih jauh dari selesai, tentunya ini menjadi salah satu celah besar yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Apabila peran pemimpin seperti Virgil van Dijk di belakang absen sewaktu-waktu, Liverpool akan kesulitan untuk mengatur barisannya dan melihat gol-gol serupa tercipta dalam pertandingan-pertandingan selanjutnya.

Mampukah mereka menyelesaikan problem ini dan menutup paruh musim mendatang tanpa drama?