20.11.2025
Waktu membaca: 3 menit

Setahun Usai Jinakkan Arab Saudi: Harapan Piala Dunia Memudar, Ranking FIFA Timnas Indonesia Turun

Setahun Usai Jinakkan Arab Saudi: Harapan Piala Dunia Memudar, Ranking FIFA Timnas Indonesia Turun

Tepat setahun lalu, Timnas Indonesia bikin kejutan besar dengan menumbangkan Arab Saudi 2-0 pada laga kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Kemenangan itu memunculkan keyakinan baru: mimpi mentas di Piala Dunia bukan lagi sekadar wacana. (FIFA.com, 19/11) FIFA+1

Kini, setahun berselang, situasinya berbanding terbalik. Alih-alih naik, ranking FIFA Indonesia justru turun satu strip dari posisi 122 ke 123 dunia dalam rilis terbaru November 2025. (Okezone, 17/11)

Jinakkan Arab Saudi, Indonesia Bikin Kejutan Asia

Pada 19 November 2024, Indonesia mencatat salah satu kemenangan paling bersejarah dalam era modern dengan menekuk Arab Saudi 2-0 di Jakarta pada putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026. Dua gol Garuda semuanya dicetak Marselino Ferdinan, yang tampil brilian di hadapan publik sendiri. (FIFA.com, 19/11)

Media internasional menyorot kemenangan ini sebagai “upset” besar. Arab Saudi datang dengan status mantan juara Asia dan langganan Piala Dunia, namun dipaksa pulang tanpa poin oleh tim yang terakhir kali tampil di Piala Dunia pada 1938 saat masih bernama Hindia Belanda. (Al Jazeera, 19/11). Media Indonesia ikut menggemakan euforia. Liputan6 menulis bagaimana unggahan Sandy Walsh dengan gambar trofi Piala Dunia setelah laga dianggap sebagai simbol optimisme bahwa Indonesia bisa menembus Piala Dunia 2026. (Liputan6, 20/11)

Pelatih saat itu, Shin Tae-yong, melalui wawancara yang dimuat The Jakarta Post dengan sumber Reuters, menyebut kemenangan Arab Saudi memberi “kepercayaan diri besar” bagi skuatnya. Ia menargetkan finis di posisi tiga atau empat grup agar tetap dalam jalur menuju putaran final di Amerika Utara. (The Jakarta Post/Reuters, 20/11)

Bukan cuma soal angka di klasemen, kemenangan Arab Saudi dipandang sebagai titik balik mental: Indonesia tak lagi datang ke laga besar sebagai tim yang hanya berharap “tidak kalah besar”, tetapi sebagai tim yang merasa pantas bersaing dengan raksasa Asia. (Devdiscourse, 21/11)

Setahun Berselang: Ranking FIFA Indonesia Turun

Namun, cerita manis itu tidak otomatis berlanjut di tabel ranking FIFA. Dalam update per November 2025, Okezone mencatat Indonesia turun satu peringkat dari posisi 122 ke 123 dunia di daftar resmi FIFA. (Okezone, 17/11)

Media JatimTimes menyoroti bahwa salah satu pemicu utama turunnya peringkat adalah keputusan PSSI untuk tidak menurunkan timnas senior pada agenda FIFA Matchday November 2025. Tanpa laga resmi, Indonesia tidak mendapat tambahan poin, sementara negara-negara lain justru menambah pundi-pundi angka mereka.

Sebelum rilis terbaru ini, sejumlah media sudah mencatat bahwa kegagalan melaju ke Piala Dunia 2026 membuat ranking Indonesia bergerak stagnan bahkan cenderung menurun, meskipun sempat menembus papan tengah Asia dan mengungguli beberapa rival di kawasan ASEAN. (The Guardian, 30/09)

Keputusan absen di FIFA Matchday November 2025 jadi sorotan tajam. JatimTimes menjelaskan, tanpa satu pun pertandingan resmi yang dimainkan, posisi Indonesia jadi rentan digeser negara lain yang aktif bertanding dan meraih hasil positif pada periode yang sama. (JatimTimes, 16/11) Okezone menambahkan, kondisi ini membuat Indonesia makin dijauhi dua rival kawasan, Thailand dan Malaysia, yang ranking FIFA-nya berada di Garuda dan lebih rajin memanfaatkan agenda FIFA Matchday. (Okezone, 17/11)

Dari Euforia ke Evaluasi: Harapan yang Harus Dijaga

Kontras antara euforia setelah menaklukkan Arab Saudi dan fakta bahwa ranking FIFA kini turun jadi pengingat bahwa satu kemenangan besar tidak cukup tanpa konsistensi jangka panjang. Media internasional seperti Reuters juga menyinggung bagaimana kemenangan Saudi menjadi salah satu puncak era Shin Tae-yong sebelum ia kemudian dilepas PSSI pada awal 2025 demi mengejar target Piala Dunia. (Reuters, 06/01)

Ke depan, publik menanti apakah federasi dan tim kepelatihan baru bisa meramu kebijakan yang lebih agresif: mengisi semua jendela FIFA Matchday dengan lawan berkualitas, menjaga ritme kompetisi pemain, dan memastikan kemenangan besar seperti Arab Saudi tidak berhenti hanya menjadi nostalgia tahunan. (The Guardian, 30/09)