01.10.2025
Waktu membaca: 3 menit

Mengenang Tragedi Kanjuruhan Luka 1 Oktober dan 1000 Hari

Mengenang Tragedi Kanjuruhan Luka 1 Oktober dan 1000 Hari

Tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu peristiwa paling kelam dalam sejarah sepak bola Indonesia. Pada 1 Oktober 2022, laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, berakhir dengan kekacauan yang menelan ratusan korban jiwa. Malam itu, sepak bola yang seharusnya menjadi ajang hiburan dan kebersamaan justru berubah menjadi duka mendalam yang masih terasa hingga kini.

Setelah peluit akhir dibunyikan, sebagian suporter Arema memasuki lapangan untuk mengekspresikan kekecewaannya. Aparat keamanan merespons dengan menembakkan gas air mata, termasuk ke arah tribun penonton. Tindakan tersebut memicu kepanikan besar-besaran. Penonton berusaha mencari jalan keluar, namun sebagian pintu terkunci atau hanya terbuka sebagian. Desakan dan sesak napas membuat situasi semakin memburuk.

Data resmi mencatat sedikitnya 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka. Banyak di antaranya adalah anak-anak yang datang bersama keluarga untuk menyaksikan tim kesayangan mereka. Tragedi ini kemudian diakui sebagai salah satu bencana stadion paling mematikan dalam sejarah sepak bola dunia.

Foto Tragedi Kejadian Kanjuruhan

Kanjuruhan: Luka Kolektif Bangsa yang Tak Terhapus

Tragedi Kanjuruhan bukan hanya duka bagi Malang atau Aremania, tetapi juga luka kolektif bangsa Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa tragedi ini memperlihatkan lemahnya manajemen pertandingan, buruknya prosedur keamanan, serta minimnya kesiapan evakuasi stadion. Laporan dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menegaskan adanya kelalaian dari berbagai pihak, baik penyelenggara, federasi, maupun aparat keamanan (CNN Indonesia, 14/10/2022).

Komnas HAM juga melakukan penyelidikan mendalam. Hasil akhirnya menyebut tragedi ini sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, meski tidak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Penilaian ini tetap menegaskan pentingnya tanggung jawab negara dan semua pemangku kepentingan sepak bola untuk mengutamakan keselamatan nyawa manusia di segalanya (Komnas HAM, 28/12/2022).

Arema FC Gelar 1000 Hari Kanjuruhan : Doa dan Harapan

Pada 26 Juni 2025, tepat 1000 hari sejak tragedi itu terjadi, Arema FC menggelar doa bersama di Stadion Kanjuruhan. Pemain, manajemen, perwakilan Aremania, dan keluarga korban hadir dalam prosesi hening untuk mendoakan para korban. Doa ini juga bertepatan dengan malam 1 Suro, tradisi sakral dalam budaya Jawa, sehingga menambah makna spiritual acara tersebut (Antara, 26/06/2025).

General Manager Arema FC, Yusrinal Fitriandi, menyatakan bahwa doa bersama ini adalah wujud komitmen klub untuk terus mengenang korban dan menjaga agar tragedi ini tidak dilupakan. Pemain asing Arema seperti Lucas Frigeri dan Thales Lira juga turut serta, menandakan bahwa tragedi ini bukan hanya luka bagi Aremania, tetapi juga untuk dunia sepak bola (Inilah.com, 26/06/2025).

Selain doa bersama, aksi damai juga digelar di berbagai titik Kota Malang. Warga mengenakan pakaian hitam dan membawa poster dengan pesan keadilan. Seribu hari ini menjadi momentum bahwa perjuangan keluarga korban belum selesai. Tuntutan keadilan, transparansi hukum, dan perbaikan tata kelola sepak bola terus disuarakan (G-Sports, 25/06/2025).

Harapan untuk Sepak Bola Indonesia

Tragedi Kanjuruhan seharusnya menjadi titik balik bagi sepak bola Indonesia. Keselamatan suporter, pemain, dan seluruh insan olahraga harus menjadi prioritas utama. Evaluasi sistem keamanan stadion, pelatihan aparat, serta regulasi pertandingan harus dijalankan dengan tegas.

Sepak bola seharusnya menjadi pesta rakyat, ruang kebahagiaan, dan simbol persatuan. Namun, tanpa perbaikan serius, risiko tragedi serupa masih mungkin terulang. Oleh karena itu, mengenang Kanjuruhan bukan hanya soal berduka, tetapi juga tentang mengingatkan kita semua agar tidak lalai lagi.

Tanggal 1 Oktober selalu menjadi pengingat luka. Sedangkan 26 Juni 2025 menandai 1000 hari tragedi, sebagai simbol bahwa ingatan kita pada para korban tidak boleh pudar. Doa, aksi damai, dan refleksi menjadi jalan untuk memastikan bahwa tragedi ini akan selalu dikenang sebagai pelajaran berharga.