08.10.2025
Waktu membaca: 5 menit

Harga Timnas Indonesia Kalahkan Arab Saudi di Putaran 4

Harga Timnas Indonesia Kalahkan Arab Saudi di Putaran 4

Pertemuan Timnas Indonesia vs Arab Saudi di putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia bukan sekadar laga perebutan poin. Di balik hiruk-pikuk sorakan suporter dan panasnya rumput King Abdullah Sports City, tersimpan cerita yang tak kalah menarik: Garuda kini lebih mahal dari sang raksasa Timur Tengah.

Data terbaru dari Transfermarkt mencatat, total nilai pasar skuad Indonesia per Oktober 2025 mencapai €29,88 juta, atau sekitar Rp518 miliar. Sementara skuad Arab Saudi, yang selama ini dikenal dengan liga super kaya dan pemain top, justru berada sedikit di €27,60 juta atau sekitar Rp477 miliar.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by PLESBOL (@plesbol.inc)

Selama bertahun-tahun, Arab Saudi dikenal sebagai salah satu kekuatan paling stabil di Asia. Tapi kini, untuk pertama kalinya, Indonesia menyalip mereka di kertas. Sebuah fakta yang mungkin belum terbayang satu dekade lalu, tapi kini jadi kenyataan.

Dari Underdog ke Skuad Mewah

Kenaikan tajam nilai pasar ini bukan sulap, bukan pula sekadar efek euforia. Transformasi Garuda datang dari strategi yang matang.
Dalam dua tahun terakhir, Indonesia membangun ulang wajah tim nasional melalui program naturalisasi dan diaspora.

Nama-nama seperti Thom Haye (SC Heerenveen), Sandy Walsh (KV Mechelen), Justin Hubner (Wolverhampton), Ragnar Oratmangoen (Fortuna Sittard), hingga Kevin Diks (FC Copenhagen) membawa standar baru dalam permainan dan mentalitas. Mereka adalah fondasi era baru Garuda — lebih tenang, lebih terukur, tapi tetap garang.

Menurut laporan Bola.net, Indonesia kini menjadi skuad dengan nilai pasar tertinggi di Grup B, mengungguli Arab Saudi, Irak, dan Uzbekistan. Nilainya melonjak hampir 300 persen dibanding era pra-Piala Asia 2023, ketika masih di €10 juta.

“Nilai pasar bukan sekadar angka di situs web,” tulis Bola.net dalam artikelnya, “tetapi bentuk pengakuan terhadap bagaimana dunia kini menilai kualitas pemain Indonesia.”

Jika bicara pengalaman, Arab Saudi masih menjadi guru di Asia. Mereka bukan sekadar peserta rutin, tapi juga pernah menciptakan keajaiban.
Masih segar di ingatan ketika Salem Al-Dawsari mencetak gol yang menumbangkan Argentina di Piala Dunia 2022 kemenangan yang mengguncang dunia.

Skuad besutan Hervé Renard saat ini dihuni pemain-pemain yang nyaris seluruhnya berkarier di Liga Pro Saudi, liga yang kini jadi magnet bintang global seperti Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Neymar.
Namun, justru karena mayoritas pemain mereka bermain di dalam negeri, valuasi mereka di pasar global Transfermarkt sedikit lebih rendah dibanding tim-tim dengan pemain yang berkompetisi di Eropa.

Renard sendiri tidak ambil pusing. Dalam wawancaranya bersama Reuters Sports, ia menegaskan:

“Kami tidak bermain untuk harga. Kami bermain untuk kehormatan negara kami.”

Bagi Renard, pengalaman, konsistensi, dan mental di laga besar adalah aset yang tidak bisa diukur dengan angka.

Jika menelisik lebih dalam, kedua tim memiliki bintang dengan nilai yang hampir seimbang.
Di kubu Garuda, Thom Haye masih menjadi pemain dengan valuasi tertinggi di angka €3 juta, disusul Kevin Diks (€2,8 juta) dan Ragnar Oratmangoen (€2 juta). Justin Hubner dan Elkan Baggott juga sama-sama menembus angka di €1 juta.

Sementara dari kubu Saudi, Salem Al-Dawsari menjadi wajah utama dengan nilai €3 juta, sejajar dengan Haye. Ada juga Firas Al-Buraikan (€2,5 juta), Hassan Tambakti (€1,8 juta), serta Ali Al-Bulayhi dan Saud Abdulhamid, masing-masing dengan valuasi sekitar €1,5 juta.

Keduanya sama kuat di puncak, namun Indonesia unggul dalam pemerataan. Hampir seluruh pemainnya kini memiliki nilai pasar signifikan, berkat eksposur di Eropa dan pengalaman di kompetisi internasional.

Harga Bukan Jaminan Kemenangan

Nilai pasar memang mencerminkan kualitas dan potensi, tapi sepak bola tidak pernah tunduk pada angka. Arab Saudi sudah enam kali tampil di Piala Dunia, dan mereka tahu bagaimana bertahan di tekanan laga besar.

Indonesia FIFA ranking 119

Indonesia masih baru di panggung ini, tapi semangat dan konsistensi di Patrick Kluivert telah mengubah wajah tim. Garuda kini lebih disiplin secara taktik, lebih berani memainkan bola, dan tidak lagi inferior menghadapi tim papan Asia.

Seperti yang dikatakan analis dari Sports Mole, “Secara valuasi Indonesia tumbuh pesat. Tapi sepak bola bukan bursa saham. Yang menentukan bukan harga, tapi keputusan-keputusan kecil di lapangan.”

Dan di situlah ujian sesungguhnya bagi Garuda membuktikan bahwa angka besar di Transfermarkt bisa sejalan dengan skor besar di papan hasil.

Di level regional, Indonesia kini menjadi tim dengan valuasi tertinggi di Asia Tenggara, mengungguli Thailand dan Vietnam.
Menurut KapanLagi English, total nilai pasar skuad Indonesia mencapai sekitar Rp480,53 miliar, jauh di Thailand (Rp320 miliar) dan Vietnam (Rp290 miliar).

Lonjakan ini bukan hanya soal nama-nama Eropa, tapi juga soal bagaimana sepak bola Indonesia mulai dipandang sebagai proyek jangka panjang yang serius. Dengan dukungan suporter besar, investasi klub, dan pelatih berkualitas, sepak bola nasional perlahan menjadi kekuatan ekonomi baru di kawasan.

Lebih dari Sekadar Angka

Kenaikan valuasi skuad ini memang menjadi kebanggaan tersendiri, tapi Patrick Kluivert punya cara berbeda melihatnya.
Pelatih asal Belanda itu tetap menekankan kerja keras di lapangan. Dalam wawancara pra-laga bersama Reuters, ia mengatakan:

“Harga mereka tinggi, tapi harga diri kami lebih tinggi. Kami tidak datang ke Jeddah untuk sekadar pamer angka. Kami datang untuk menang.”

Kata-kata itu menggambarkan semangat Garuda saat ini. Indonesia mungkin unggul di statistik ekonomi, tapi esensi sepak bola tetap tentang siapa yang berani berlari lebih keras, menekan lebih cepat, dan menjaga fokus sampai peluit panjang berbunyi.

Pertandingan Indonesia vs Arab Saudi malam ini bukan sekadar duel antarnegara. Ini adalah simbol perubahan besar dalam sepak bola Asia Tenggara. Untuk pertama kalinya, Indonesia datang ke babak kualifikasi dengan status skuad termahal di grup sesuatu yang dulu terdengar mustahil.

Tapi sejarah selalu punya cara mengingatkan kita: uang tak bisa membeli mental juara. Semua valuasi, semua angka, akan terasa kosong jika Garuda tak mampu membuktikannya di lapangan Jeddah.

Malam 9 Oktober 2025 bukan cuma tentang siapa yang menang atau kalah. Ini tentang bukti, bahwa sepak bola Indonesia kini benar-benar telah berubah dari tim underdog menjadi skuad yang pantas disegani di Asia.