11.10.2025
Waktu membaca: 3 menit

Evaluasi Menyeluruh untuk Selamatkan Performa Timnas

Evaluasi Menyeluruh untuk Selamatkan Performa Timnas

11 October, 2025 — Kekalahan demi kekalahan yang dialami Timnas Indonesia dalam beberapa bulan terakhir menjadi sinyal serius bagi masa depan sepak bola nasional. Bukan hanya masalah hasil, tapi performa di lapangan yang kian menurun dibanding dua tahun terakhir. Kini, sorotan publik tertuju pada PSSI: kapan langkah tegas benar-benar diambil?

Performanya Turun, Bukan Sekadar “Proses”

Baik Timnas U-23 maupun skuad senior, keduanya menunjukkan performa yang sulit disebut berkembang. Permainan tidak efisien, transisi bertahan lemah, dan minim kreativitas di lini serang. Publik yang selama ini sabar mendukung dengan slogan “masih berproses” mulai kehilangan kepercayaan karena proses tanpa hasil hanyalah retorika.

Contoh Kasus: Hasil Timnas yang Tak Membuahkan Hasil

  1. Kekalahan dari Arab Saudi – Kualifikasi Piala Dunia 2026 (9 Oktober 2025)

    Indonesia takluk di King Abdullah Sports City, Jeddah, dalam laga pembuka Grup B. Meski diperkuat sejumlah pemain naturalisasi seperti Thom Haye dan Ragnar Oratmangoen, skuad Garuda tetap kesulitan keluar dari tekanan. Penguasaan bola hanya sekitar 36%, dengan serangan yang jarang berujung peluang berbahaya. Kekalahan ini memperlihatkan belum adanya identitas permainan yang jelas di pelatih Patrick Kluivert.

  2. Penampilan Tidak Konsisten di Piala Asia U-23 2024

    Setelah tampil meyakinkan di fase grup, Garuda Muda gagal menjaga performa di babak gugur. Taktik yang monoton dan lemahnya lini tengah menjadi sorotan. Padahal, program pemusatan latihan di luar negeri sudah menelan biaya besar dari PSSI.

  3. Uji Coba Internasional yang Kurang Efektif (2024–2025)

    Indonesia beberapa kali menjalani laga uji coba dengan tim berperingkat di bawahnya, namun hasilnya jauh dari harapan. Hasil imbang bahkan kekalahan dalam beberapa uji coba tersebut menunjukkan kurangnya efektivitas dalam pembentukan karakter permainan dan eksperimen taktik.

  4. Friendly Match Day: Indonesia U-23 vs India U-23 (10 Oktober 2025)

    Dalam laga uji coba yang digelar di India, Timnas Indonesia U-23 menelan kekalahan 1–2 dari tuan rumah India U-23. Pertandingan yang diharapkan menjadi ajang evaluasi justru memperlihatkan banyak kelemahan, terutama dalam konsistensi bertahan dan efektivitas penyelesaian akhir. Gol semata wayang Indonesia tidak cukup menutupi rapuhnya koordinasi antar lini. Hasil ini menambah daftar kekhawatiran terhadap kesiapan tim muda yang digadang sebagai masa depan sepak bola nasional.

Investasi Besar, Belum Terlihat Baik Senior maupun Junior

PSSI telah menggelontorkan dana besar dalam satu pekan terakhir mulai dari program naturalisasi, training camp luar negeri, hingga bonus pelatih dan staf teknis. Namun pertanyaan besar muncul: ke mana arah semua investasi itu jika performa tidak juga meningkat?

Naturalizasi bisa jadi solusi jangka pendek, tetapi tanpa pembinaan usia muda dan sistem kompetisi yang sehat, hasilnya hanya sementara. Saat ini, pembinaan akademi klub-klub Liga 1 pun belum tersinergi optimal dengan program federasi.

Saatnya Evaluasi Menyeluruh

Beberapa langkah konkret yang seharusnya dilakukan PSSI antara lain:

  • Evaluasi total terhadap pelatih Timnas Senior dan U-23. Bukan sekadar menilai hasil, tetapi juga visi taktik, pendekatan latihan, dan kemampuan membaca situasi pertandingan.
  • Audit transparan penggunaan dana federasi. Publik berhak tahu berapa besar dana untuk naturalisasi, pelatihan, dan pengembangan usia muda.
  • Penguatan jalur pembinaan berjenjang. Pemain muda harus mendapat menit bermain dan pembinaan berkelanjutan di dalam negeri, bukan sekadar dipanggil dadakan untuk TC.
  • Perbaikan manajemen pertandingan. Lawan uji coba harus dipilih berdasarkan kebutuhan taktik dan tingkat kompetisi yang sesuai, bukan semata promosi nama.

Suporter Sudah Cukup Sabar

Pendukung sepak bola Indonesia tidak menuntut kemenangan instan, tapi mereka menuntut arah yang jelas. Ratusan miliar rupiah yang sudah dikeluarkan harusnya menghasilkan progres nyata, bukan sekadar wacana. Bila PSSI terus menunda evaluasi terhadap dua pelatih utama dan strategi pembinaan, maka bukan tidak mungkin kepercayaan publik akan semakin memudar.
Kekalahan demi kekalahan bukan lagi kebetulan, tapi cerminan dari sistem yang belum sehat. Jika PSSI tidak segera bertindak tegas — dari pelatih, program pembinaan, hingga arah investasi — maka performa Timnas akan terus terjebak dalam siklus yang sama: berproses tanpa hasil.