12.11.2025
Waktu membaca: 6 menit

Draymond Green: Warriors Belum Siap Jadi Penantang Gelar

Draymond Green: Warriors Belum Siap Jadi Penantang Gelar

Golden State Warriors memang masih menjadi salah satu tim paling ikonik di NBA. Namun musim ini, aura “tim juara” yang dulu begitu melekat pada mereka terasa mulai pudar. Draymond Green, motor pertahanan sekaligus pemimpin vokal di tim tersebut, bahkan secara jujur mengakui bahwa Warriors belum siap bersaing untuk perebutan gelar juara.

Pernyataan itu muncul usai kekalahan telak dari Oklahoma City Thunder dengan skor 126-102. Dalam wawancara pasca laga, Green terlihat frustrasi, bukan hanya karena hasil akhir, tetapi karena performa tim yang dinilainya jauh dari standar juara.

“Saya pikir semua tim punya komitmen untuk menang dan melakukannya dengan cara apa pun yang diperlukan. Saat ini, rasanya kami tidak menunjukkan hal seperti itu,” ujar Draymond Green usai pertandingan (Mainbasket.com, 11/11).

Kata-kata itu menjadi tamparan keras bagi tim yang pernah mendominasi NBA selama hampir satu dekade terakhir. Warriors kini harus menghadapi kenyataan bahwa mereka bukan lagi mesin kemenangan yang tak terbendung seperti di era 2015–2019.

Kurang Kompak dan Penuh Agenda Pribadi

Salah satu poin yang paling ditekankan oleh Draymond adalah soal kurangnya kekompakan di ruang ganti. Ia menilai bahwa banyak pemain di timnya yang tampak lebih fokus pada performa individu ketimbang mengutamakan kemenangan tim.

“Kami terlihat seperti tim yang punya motif masing-masing. Tidak ada rasa lapar untuk menang bersama,” lanjut Green (Mainbasket.com, 11/11).

Ucapan tersebut bukan tanpa dasar. Dalam beberapa pertandingan terakhir, Warriors sering kali tampil tanpa arah. Sistem ofensif yang dulu dikenal cair dan penuh pergerakan kini justru terlihat stagnan. Pemain muda seperti Jonathan Kuminga dan Moses Moody masih berjuang menemukan ritme, sementara para veteran seperti Klay Thompson dan Andrew Wiggins tampil inkonsisten.

Situasi ini membuat chemistry tim terganggu. Draymond yang selama ini dikenal sebagai “lem” dalam tim, kali ini tampak kewalahan mengembalikan semangat juang Warriors ke jalurnya.

Curry Tak Cukup untuk Selamatkan Tim

Stephen Curry masih menjadi jantung permainan Warriors, namun bahkan ia pun tak bisa selalu menjadi penyelamat. Dalam laga melawan Thunder, Curry hanya mencetak 11 poin — angka yang sangat jarang terjadi bagi pemain sekelasnya. Akurasi tembakan tiga poinnya pun hanya 1 dari 5 percobaan (Mainbasket.com, 11/11).

Ketika Curry tampil kurang maksimal, Warriors tampak kehilangan arah. Serangan mereka menjadi monoton, dan bola sering berhenti di tangan satu pemain tanpa rotasi cepat yang biasanya menjadi ciri khas “Warriors basketball”.

Pelatih Steve Kerr mencoba beberapa kali mengubah rotasi, namun hasilnya belum memuaskan. Kehadiran pemain seperti Chris Paul seharusnya menambah pengalaman dan ketenangan, tapi sejauh ini belum mampu mengangkat performa tim secara keseluruhan.

Warriors di Ambang Krisis Identitas

Warriors memulai musim dengan rekor 6–6, menempati posisi ke-9 Wilayah Barat. Bagi tim dengan ambisi juara, posisi ini jelas tidak ideal. Lebih dari itu, performa inkonsisten mereka menunjukkan bahwa Warriors mungkin sedang mengalami krisis identitas.

Era kejayaan dengan “Death Lineup” yang diisi Curry, Thompson, Green, dan Kevin Durant sudah lama berakhir. Kini, tim berusaha membangun ulang dengan kombinasi pemain muda dan veteran. Tapi transisi ini tidak berjalan mulus.

Klay Thompson, yang dulu dikenal sebagai salah satu penembak paling mematikan di liga, kini tampil menurun. Di sisi lain, Andrew Wiggins yang diharapkan menjadi pilar baru juga belum tampil stabil. Sementara itu, para pemain muda masih belum siap memikul tanggung jawab besar di level elite NBA.

“Kami harus jujur pada diri sendiri. Ini bukan tentang siapa yang mencetak banyak poin, tapi tentang siapa yang benar-benar ingin menang,” kata Green menegaskan (Mainbasket.com, 11/11).

Faktor Usia dan Beban Dinasti Lama

Selain masalah performa dan chemistry, faktor usia juga mulai menjadi tantangan besar bagi Warriors. Trio veteran mereka — Curry, Thompson, dan Green — kini semuanya berusia di 34 tahun.

Dalam liga yang semakin cepat dan fisikal, menjaga ritme selama 82 pertandingan musim reguler bukan hal mudah. Banyak tim muda seperti Oklahoma City Thunder, Minnesota Timberwolves, dan Houston Rockets tampil lebih bertenaga dan agresif.

Warriors tampak kesulitan mengimbangi kecepatan lawan, terutama dalam bertahan. Statistik menunjukkan bahwa mereka termasuk dalam 10 besar tim dengan jumlah turnover terbanyak musim ini — sesuatu yang dulu jarang terjadi saat mereka berada di puncak performa.

Draymond: “Ini Saatnya Kami Berkaca”

Pernyataan Draymond Green bukan sekadar kritik. Ia juga menyiratkan seruan untuk bangkit. Sebagai pemain yang dikenal punya jiwa kompetitif tinggi, Draymond menegaskan bahwa Warriors masih punya potensi untuk berubah — asalkan semua pemain mau kembali fokus pada tujuan yang sama.

“Kami harus mulai bermain seperti tim yang lapar. Kalau tidak, musim ini akan berjalan panjang dan mengecewakan,” ujarnya (Mainbasket.com, 11/11).

Spirit ini mengingatkan pada masa awal kebangkitan Warriors di era 2014–2015, ketika mereka berhasil menyatukan talenta muda dengan veteran yang mau berkorban demi kemenangan. Bedanya, kali ini mereka harus menemukan kembali identitas itu di tengah transisi generasi.

Analisis: Dinasti yang Perlu Evolusi Baru

Kejatuhan performa Warriors bukanlah akhir dari segalanya, tapi lebih kepada tanda bahwa setiap dinasti perlu berevolusi. Dalam dunia olahraga profesional, mempertahankan kejayaan justru lebih sulit daripada meraihnya.

Warriors kini dihadapkan pada dilema:

  • Tetap bertahan dengan inti veteran yang sudah terbukti tapi mulai menurun, atau
  • Memberi ruang lebih besar bagi pemain muda untuk berkembang meski risiko hasil jangka pendeknya buruk.

Draymond Green, meski keras dalam bicara, sebenarnya sedang menyuarakan realitas yang banyak dihindari. Ia tahu bahwa jika Warriors ingin tetap relevan, mereka harus berubah — baik dari sisi taktik, rotasi, maupun mentalitas.

Steve Kerr sebagai pelatih tentu akan mendapat banyak sorotan. Dengan pengalaman dan kredibilitas yang ia miliki, Kerr diyakini masih bisa menemukan formula terbaik. Namun, ia juga harus berani membuat keputusan besar: termasuk mungkin mengubah struktur menit bermain, mempercayai pemain muda, atau bahkan merombak sebagian roster sebelum jeda All-Star.

Bagi fans Warriors, masa-masa ini mungkin terasa aneh — melihat tim yang dulu selalu di kini berjuang hanya untuk masuk playoff. Tapi inilah siklus alami dalam olahraga. Seperti kata Draymond, yang terpenting bukan seberapa keras mereka jatuh, tapi bagaimana cara mereka bangkit lagi.

Jika Warriors bisa menemukan kembali chemistry dan rasa lapar mereka, bukan mustahil mereka akan kembali menjadi ancaman di playoff nanti. Tapi jika tidak, musim ini bisa menjadi awal dari akhir era kejayaan mereka.

Pernyataan Draymond Green menandakan sesuatu yang jarang terlihat di NBA modern: kejujuran brutal dari seorang pemain veteran terhadap timnya sendiri.

Ia tidak menyalahkan siapa pun, tapi juga tidak menutup mata terhadap kenyataan bahwa Warriors saat ini bukanlah tim juara.

Sebagian fans mungkin kecewa mendengar kata-kata itu. Namun, justru dari pengakuan seperti inilah perubahan bisa dimulai. Warriors masih punya waktu dan pengalaman untuk memperbaiki diri — tapi mereka harus melakukannya sekarang, sebelum terlambat.

“Kami belum siap menjadi penantang gelar. Tapi kami bisa menuju ke sana, kalau kami mau,” tutup Green (Mainbasket.com, 11/11).