26.09.2025
Waktu membaca: 3 menit

Anthony Ginting Kritik BWF Usai Kalah dari Nishimoto

Anthony Ginting Kritik BWF Usai Kalah dari Nishimoto

BWF kembali menjadi sorotan setelah Anthony Sinisuka Ginting tersingkir di babak 16 besar Korea Open 2025. Pebulutangkis tunggal putra Indonesia itu kalah tipis dari wakil Jepang, Kenta Nishimoto, dalam pertandingan sengit yang memicu kontroversi. Kekalahan ini bukan hanya menghentikan langkah Ginting, tetapi juga menimbulkan kritik terhadap standar pelaksanaan sistem pertandingan yang diterapkan BWF.

Pertandingan Ketat di Babak 16 Besar

Dalam laga yang digelar di Suwon Gymnasium, Suwon, Ginting menghadapi Nishimoto dengan penuh percaya diri. Pertandingan berjalan seimbang sejak gim pertama, dengan kedua pemain saling mengejar poin. Namun, Nishimoto tampil lebih efektif di poin-poin krusial dan akhirnya menutup pertandingan dengan kemenangan dua gim langsung. Skor akhir tercatat 18-21, 19-21 untuk keunggulan Nishimoto (Detik, 25 September 2025).

Bagi Ginting, hasil ini terasa pahit karena dirinya sempat mampu menjaga ketat persaingan di kedua gim. Namun, beberapa keputusan kontroversial wasit di poin penting membuatnya frustrasi, terlebih karena lapangan tempatnya bertanding tidak dilengkapi Instant Replay System (IRS).

Kritik Terhadap Absennya IRS

Usai pertandingan, Ginting secara terbuka menyuarakan kekecewaannya terhadap absennya IRS di lapangan luar. Menurutnya, keputusan-keputusan krusial yang merugikan dirinya seharusnya bisa ditinjau ulang jika sistem tersebut tersedia.

“Bolanya jelas masuk tapi mungkin teriakan lawan ketika bola belum menyentuh karpet membuat line judge kaget dan refleks memutuskan keluar,” ungkap Ginting (Detik, 25 September 2025).

Ia menambahkan, “Ke depan semoga ada perhatian lebih dan perbaikan dari BWF untuk kasus-kasus seperti ini, terutama di lapangan-lapangan pinggir yang tidak tersedia Instant Replay System (IRS)” (Detik, 25 September 2025).

Sentilan Ginting untuk BWF

Kritik Ginting bukan hanya ditujukan kepada panitia lokal Korea Open, tetapi juga kepada BWF sebagai badan induk yang mengatur jalannya turnamen. Ia menilai BWF harus lebih konsisten dalam menerapkan standar turnamen, khususnya untuk event level tinggi seperti Korea Open.

Peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 tersebut menekankan pentingnya perhatian lebih dari BWF terhadap kualitas setiap lapangan pertandingan. Ia menilai absennya teknologi Instant Replay System (IRS) di lapangan tertentu bisa memengaruhi jalannya laga, terutama saat terjadi momen krusial yang membutuhkan kepastian keputusan wasit. Kehadiran sistem ini dianggapnya sangat membantu menjaga keadilan sekaligus melindungi pemain dari potensi kerugian akibat keputusan yang keliru.

Terkait dengan insiden ini, pemain berusia 28 tahun tersebut berharap adanya perbaikan yang dilakukan oleh BWF sebagai induk olahraga bulu tangkis dunia.

Dampak Bagi Ginting

Kekalahan di Korea Open 2025 jelas menjadi pukulan telak bagi Ginting yang tengah berusaha menemukan konsistensi. Meski sempat menjuarai Singapore Open 2025, ia masih kesulitan menjaga stabilitas performa di turnamen besar lain. Kekalahan dari Nishimoto menjadi bahan evaluasi penting.

“Tetap bersyukur bisa memberikan yang terbaik dan tanpa cedera,” kata Anthony, melalui siaran PBSI yang diterima BolaSport.com. Ia juga menambahkan, “Saya sudah mencoba berbagai strategi sejak awal hingga akhir, tapi pada gim kedua saya terlalu banyak mengikuti permainan Kenta.”

Reaksi Publik dan Media

Media nasional maupun internasional ramai menyoroti kritik Ginting. Banyak yang menilai suaranya mewakili keresahan para atlet dunia. Di Indonesia, publik memberikan dukungan besar, menilai bahwa Ginting tidak mencari alasan kekalahannya, melainkan memperjuangkan keadilan dalam olahraga.

Anthony Sinisuka Ginting tunggal putra Indonesia beraksi di Korea Open 2025 babak kedua melawan Kenta Nishimoto

Kekalahan Anthony Ginting dari Kenta Nishimoto di Korea Open 2025 menutup langkahnya di turnamen, namun membuka perdebatan besar soal profesionalisme dan keadilan dalam bulutangkis. Kritiknya terhadap absennya IRS di lapangan luar menjadi pengingat bahwa olahraga sekelas BWF World Tour memerlukan standarisasi ketat demi menjaga integritas.

Kini, semua mata tertuju pada BWF: apakah mereka akan menindaklanjuti keluhan ini dan memastikan fasilitas IRS tersedia di semua lapangan, atau membiarkan kontroversi serupa terus berulang di masa depan.