05.12.2025
Waktu membaca: 4 menit

Menuju Undian Piala Dunia 2026: Setelah Mengubur Mimpi Indonesia, Arab Saudi Kini Dikirim ke Jalur Maut

Menuju Undian Piala Dunia 2026: Setelah Mengubur Mimpi Indonesia, Arab Saudi Kini Dikirim ke Jalur Maut

Arab Saudi datang ke Piala Dunia 2026 dengan langkah mantap. Mereka baru saja melewati kualifikasi Asia dengan status raja Grup B, menutup perjalanan panjang penuh tekanan dan dalam prosesnya, mereka juga menjadi pihak yang meruntuhkan harapan satu bangsa: Indonesia. Namun drama itu belum selesai. Begitu undian Piala Dunia 2026 diumumkan, euforia yang baru dibangun langsung berubah menjadi ketegangan. Green Falcons resmi dilempar ke skenario mematikan: grup neraka.  (Reuters, 04/12)

Saudi: Dari Eksekutor Harapan Indonesia ke Peserta Paling Terancam di Drawing 2026

Arab Saudi mengunci tiket Piala Dunia setelah bermain imbang 0–0 melawan Irak, hasil yang cukup untuk memastikan posisi puncak. Namun langkah krusial mereka sebenarnya terjadi beberapa pekan sebelumnya saat kemenangan 3–2 Indonesia membuat pintu kelolosan Garuda tertutup rapat. Tim asuhan Roberto Mancini tampil disiplin, pragmatis, dan efisien dalam menghabisi peluang Indonesia. (Al Jazeera, 08/10)

Kemenangan itu menjadi titik balik yang memisahkan dua nasib di dua negara. Di Indonesia, kekecewaan memuncak; di Saudi, optimisme meluap. Tapi seperti sering terjadi dalam sepak bola, jalan setiap tim tak pernah lurus. Begitu FIFA merilis pembagian pot, analis mulai memprediksi kemungkinan terburuk: Arab Saudi hampir tidak mungkin terhindar dari dua raksasa dunia. (The Guardian, 02/12)

Dalam format 48 tim, sebagian negara Asia memang punya peluang lebih besar untuk lolos. Tapi ironisnya, format baru ini membuat variasi grup semakin liar kombinasi pot yang tak stabil memungkinkan satu tim Asia bertemu dua kekuatan besar dari benua berbeda. Dan di sinilah Saudi berdiri hari ini: bangga sebagai tim yang menyingkirkan Indonesia, namun waswas menyambut musuh-musuh kelas dunia.

Analis Parimatch News, Rafi Darmawan, memberikan gambaran paling tajam mengenai situasi Arab Saudi. Menurutnya, kelolosan Saudi di kualifikasi tidak otomatis menjadi modal cukup untuk bertahan hidup di Piala Dunia.

“Saudi ini tim disiplin. Mereka tidak pernah panik. Tapi Piala Dunia bukan Asia. Kalau mereka digabungkan dengan dua tim Eropa kelas berat, itu bukan lagi grup neraka itu neraka yang diberi nomor grup,” kata Rafi. 

Rafi juga menyebut potensi ancaman dari Amerika Selatan, yang kerap memainkan sepak bola agresif, cepat, dan tak kenal kompromi.

“Kalau mereka bertemu Uruguay atau Kolombia, itu masalah besar. Saudi bagus ketika mengontrol tempo, tapi tidak nyaman ketika permainan berubah liar. Lawan-lawan dari CONMEBOL bisa memaksa mereka melakukan kesalahan struktural,” tambahnya.

Menurut Rafi, justru aspek mental yang akan diuji paling keras. Saudi dikenal punya momen ajaib seperti mengalahkan Argentina 2–1 pada 2022, tapi juga memiliki rekor buruk inkonsistensi bagus di satu laga, hilang arah di laga berikutnya. (AP News, 04/12)

Ketakutan Baru di Riyadh: Antara Percaya Diri dan Ketegangan Nasional

Begitu undian diumumkan dan pot kombinasi terlihat, reaksi publik Saudi terbelah. Sebagian menyambut tantangan sebagai kesempatan membuktikan diri. Yang lain justru khawatir ini akan menjadi Piala Dunia yang sangat singkat bagi mereka.

Sejarah memang berbicara dengan keras. Saudi pernah menelan kekalahan besar, keluar lebih awal, dan gagal membendung intensitas lawan Eropa. Format 2026 memang berbeda, tapi tuntutan fisik jauh lebih tinggi karena jumlah pertandingan meningkat dan ritme permainan global semakin cepat. (Reuters, 04/12)

Di sisi taktik, Roberto Mancini membawa struktur baru. Namun banyak analis menilai transisi Saudi masih belum 100% matang. Secara teknik mereka berkembang, tetapi kedalaman skuad mereka belum selevel Jepang atau Korea Selatan yang lebih siap menghadapi keragaman gaya bermain lawan.

Sementara itu di Indonesia, kegagalan lolos ke Piala Dunia 2026 memberi tamparan keras. Kekalahan dari Arab Saudi bukan hanya aspek skor, tetapi menunjukkan gap besar dalam kesiapan kompetitif. Indonesia memang memiliki generasi baru penuh talenta, namun kedalaman skuad, pengalaman internasional, dan stabilitas lini belakang menjadi kelemahan utama. (Bola.com, 01/12)

Rafi Darmawan menilai ini bukan sekadar kegagalan satu siklus, melainkan bahan bakar untuk perubahan besar.

“Kalau Indonesia ingin bersaing di 2030, mereka tidak boleh lagi bergantung pada nasib atau hitung-hitungan matematis. Liga harus lebih kompetitif, pemain harus banyak bermain di luar negeri, dan federasi harus membangun tim dengan visi jangka panjang,” ungkapnya.

Menurutnya, Indonesia berada di jalur yang tepat secara kultur sepak bola, namun belum berada di jalur ideal secara struktur kompetitif.

Arab Saudi di 2026: Jalan yang Tidak Memberi Ruang untuk Salah

Kini Saudi datang ke Piala Dunia sebagai tim penuh percaya diri, tetapi juga tim yang paling berisiko tersapu badai. Mereka mengubur mimpi Indonesia, tetapi justru menghadapi mimpi buruk yang lebih besar.

Jika prediksi grup neraka menjadi kenyataan, Arab Saudi harus menjalani tiga laga paling berat dalam sejarah mereka di tanah asing, temperatur tinggi, ritme intens, dan tekanan publik yang besar.

Di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, tak ada tempat untuk bersembunyi. Tidak ada ruang salah. Tidak ada “laga pemanasan.”

Hanya ada satu jalan: membuktikan bahwa kelolosan mereka bukan hanya drama kualifikasi, tetapi ancaman nyata bagi dunia.