26.11.2025
Waktu membaca: 4 menit

Nadal Ungkap Pengaruh Federer & Djokovic dalam Karier

Nadal Ungkap Pengaruh Federer & Djokovic dalam Karier

Sekitar 21 musim yang lalu, Rafael Nadal mulai menorehkan jejak besar dalam dunia tenis profesional saat dirinya yang kala itu baru berusia 18 tahun berhasil menundukkan petenis peringkat dua dunia, Andy Roddick, di final Davis Cup. Kemenangan tersebut menjadi titik awal perjalanan panjang petenis asal Spanyol itu menuju status legenda, sebelum akhirnya terlibat dalam rivalitas paling ikonik bersama Roger Federer dan Novak Djokovic.

Era Tiga Besar dan Dominasi yang Mengubah Sejarah Tenis

Nadal kemudian menjadi bagian dari apa yang dikenal sebagai “Tiga Besar” bersama Federer dan Djokovic, trio yang mendominasi tenis putra selama lebih dari satu dekade. Total, mereka telah bertemu dalam sekitar 150 pertandingan dan mengoleksi 66 gelar Grand Slam sepanjang karier masing-masing, dengan Djokovic masih berpotensi menambah koleksinya karena tetap aktif di level tertinggi ATP. Dominasi ketiganya tak hanya menciptakan standar baru dalam kompetisi, tetapi juga membentuk dinamika persaingan yang sangat berpengaruh bagi generasi berikutnya.

Dalam wawancara terbarunya bersama Jorge Valdano di program Movistar+ bertajuk Universo Valdano, Nadal membahas pengaruh besar dari era Tiga Besar, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap perkembangan tenis modern. Ia menilai bahwa persaingan ketat tersebut telah menciptakan serangkaian fase emosional yang membentuk karakter mereka sebagai atlet dan manusia.

“Kami melewati fase-fase. Saat muda, kami merasakan segalanya dengan lebih intens,” ujar Nadal kepada Valdano, seperti dilansir Punto de Break (Liga Olahraga, 26 November 2025).

Rivalitas yang Dibangun dengan Rasa Hormat

Menurut Nadal, seiring berjalannya waktu, intensitas emosional itu berubah menjadi kedewasaan dan saling pengertian. Meski bersaing dalam perebutan gelar-gelar terbesar dunia, hubungan personal di antara mereka tetap terjaga.

“Hal positif dari era kami adalah kami telah menyelesaikan karier dan bisa makan malam bersama tanpa masalah,” lanjut Nadal.

“Itu sesuatu yang patut dibanggakan. Kami bersaing memperebutkan gelar juara terbesar, tetapi kami tidak sampai ke titik ekstrem. Rivalitas tetap terjaga dan hubungan pribadi kami selalu dilandasi rasa hormat, kekaguman, dan bahkan persahabatan dengan para rival. Saya senang menjadi bagian dari kisah ini” (Liga Olahraga, 26 November 2025).

Warisan Positif untuk Generasi Baru

Lebih lanjut, Nadal juga menyoroti bagaimana era Tiga Besar meninggalkan warisan positif bagi petenis muda seperti Carlos Alcaraz dan Jannik Sinner. Ia menekankan bahwa persaingan tidak harus dibangun di kebencian, melainkan bisa berjalan berdampingan dengan sikap profesional dan saling menghormati.

“Tanpa meremehkan Sinner dan Alcaraz, yang ingin melakukan segalanya dengan benar, saya pikir kami telah membantu generasi baru memahami bahwa anda bisa menjadi pesaing yang tangguh tanpa membenci rival anda,” jelas Nadal.

“Anda bisa menjalin hubungan yang belum tentu persahabatan, tetapi tetaplah hubungan yang baik. Ini adalah warisan baik yang kami tinggalkan.” 

Saling Mendorong di Level Tertinggi

Ia juga mengungkap bagaimana dirinya, Federer, dan Djokovic terus saling mendorong satu sama lain untuk mempertahankan konsistensi di level tertinggi. Tidak ada ruang untuk bersantai, karena tuntutan selalu tinggi sejak era mereka dimulai pasca-dominasi Pete Sampras.

“Kami datang setelah Pete Sampras, yang telah meraih 14 gelar Grand Slam. Kami, yang terdiri dari tiga orang, bukan dua, tidak pernah punya waktu untuk bersantai. Tuntutannya sangat tinggi. Kami tidak pernah berhenti saling mendorong. Tidak ada ruang untuk melewatkan turnamen,” tambah Nadal.

Nadal menyebut bahwa kehadiran tiga petenis dominan secara bersamaan membuat level kompetisi meningkat drastis. Ia merasa tidak mungkin satu orang saja dapat mendominasi seperti yang mereka lakukan bersama.

“Itulah kehebatan era kami. Kami selalu berada di babak final, bersaing memperebutkan turnamen-turnamen terpenting. Saya rasa tidak mungkin satu orang saja bisa melakukannya. Saya rasa tidak banyak yang berubah,” ungkapnya (Liga Olahraga, 26 November 2025).

Evolusi Gaya Bermain dan Filosofi Nadal

Selain aspek mental dan kompetisi, Nadal juga menyinggung perubahan gaya bermain dalam tenis modern. Ia mengamati bahwa permainan kini jauh lebih agresif, dengan kekuatan servis dan pukulan yang semakin meningkat. Meski begitu, Nadal tetap berpegang pada filosofi bermain berdasarkan intuisi.

“Dunia terus berkembang dan gaya bermain pun sedikit berubah. Anda memukul lebih keras, servis lebih keras. Saya masih percaya pada intuisi, bukan bermain seperti robot yang mencoba menebak dari statistik. Saya membahas hal ini dengan Roger dan ia tidak suka menerima terlalu banyak informasi,” tutur Nadal.

French Open dan Penutup Karier Gemilang

Sebagai penutup dari perjalanan gemilangnya, Nadal meraih gelar Grand Slam terakhir pada musim 2022 di French Open, turnamen yang telah ia menangkan sebanyak 14 kali dan menjadi simbol dominasinya di lapangan tanah liat. Warisan yang ia tinggalkan bersama Federer dan Djokovic kini bukan hanya tentang rekor, tetapi juga tentang cara bersaing dengan penuh integritas dan rasa hormat.