12.10.2025
Waktu membaca: 4 menit

Efektivitas Finishing dan PR Timnas, Kunci Pembenahan Garuda di Kualifikasi Dunia

Efektivitas Finishing dan PR Timnas, Kunci Pembenahan Garuda di Kualifikasi Dunia

Efektivitas finishing masih jadi salah satu isu paling menonjol yang menghambat langkah Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Statistik menunjukkan Garuda mampu menciptakan peluang dan unggul dalam penguasaan bola, tapi kesulitan besar muncul saat harus mengonversi peluang menjadi gol. Dalam empat laga terakhir melawan Irak, Arab Saudi, hingga Jepang, cerita yang sama terus berulang Timnas rajin menekan, namun lini depan tetap tumpul di momen krusial (Bola.com, 10/10).

Finishing Tumpul di Depan Gawang : Masalah Yang Mengakar 

Laga kontra Irak pada 12 Oktober 2025 jadi potret paling jelas dari lemahnya efektivitas serangan tim Merah Putih. “Indonesia melepas sembilan tendangan, namun hanya satu yang mengarah tepat ke gawang itu pun gagal membuahkan gol,” tulis Liputan6 (11/10). Angka akurasi hanya 11,1% ini kontras dengan efisiensi Irak, yang hanya butuh dua tembakan on target dari tujuh percobaan untuk mencetak gol kemenangan (CNBC Indonesia, 12/10).

 

Pertandingan Tembakan Total On Target Efektivitas (% On Target) Gol Tercipta Catatan Kunci
Indonesia vs Irak (0-1) 9 1 11,1% 0 Hanya satu peluang emas; seluruh striker gagal manfaatkan peluang
Indonesia vs Arab Saudi (2-3) 10 5 50% 2 Dua gol dari penalti; peluang open play sering gagal di eksekusi
Indonesia vs Jepang (0-6) 7 0 0% 0 Tak satu pun tembakan jadi ancaman ke gawang
Indonesia vs Bahrain (1-0) 8 2 25% 1 Gol tunggal hasil tap-in; peluang open play masih disia-siakan

 

Kondisi ini bukan baru terjadi. Saat menghadapi Arab Saudi, Indonesia mencatat 10 tembakan dan lima tepat sasaran, tapi dua gol yang tercipta hanya lewat penalti (Bola.com, 08/10). Melawan Jepang, situasinya bahkan lebih buruk: tujuh tembakan, tanpa satu pun yang mengancam gawang lawan (Detik.com, 11/06). Bahkan ketika menang Bahrain (1-0), delapan percobaan hanya menghasilkan dua on target dan satu gol dari tap-in Ole Romeny bukan hasil skema open play (Goal.com, 24/03).

Ketajaman lini depan yang rendah bukan sekadar soal angka, tapi mencerminkan akar masalah lebih dalam: kualitas penyelesaian akhir, kreativitas di sepertiga akhir, dan mentalitas eksekusi di tekanan. Analis Bola.net (09/09) menyoroti bahwa banyak peluang gagal karena pengambilan keputusan terburu-buru, kepercayaan diri menurun setelah gagal mengeksekusi peluang, dan ketergantungan pada satu atau dua penyerang utama.

Pola permainan juga jadi catatan tersendiri. “Serangan sayap Indonesia masih mudah terbaca lawan, variasi crossing atau umpan cutback jarang membuahkan hasil,” tulis Liputan6 (11/10). Akibatnya, lawan cukup menumpuk pemain di area penalti, dan Indonesia kesulitan menembus.

PR Besar: Latihan Finishing dan Mentalitas Eksekusi

Langkah pertama pembenahan jelas: latihan finishing yang lebih terstruktur serta penguatan mentalitas eksekutor. Banyak pengamat menilai pemain-pemain Garuda, meski punya kecepatan dan teknik bagus, sering kurang berani mengambil keputusan saat berhadapan langsung dengan kiper (Bola.com, 10/10). Di level ini, ketenangan dan keberanian menentukan hasil akhir.

Komunikasi antar lini depan juga perlu diperbaiki. Kerap ada jarak antara gelandang dan striker, membuat aliran bola terhenti sebelum masuk area berbahaya. Dalam beberapa laga, distribusi dari tengah ke ujung tombak mudah dipotong lawan atau berakhir pada crossing tanpa arah (TVOneNews, 11/10).

Membenahi Playmaker dan Rotasi Striker

Selain finishing, rotasi lini depan juga jadi PR besar. Saat satu striker cedera atau menurun performanya, intensitas serangan Garuda langsung menurun. “Patrick Kluivert mesti berani eksplorasi kombinasi striker antara Romeny, Struick, Sananta serta menyatukan kreativitas playmaker macam Marselino atau Haye secara simultan di laga-laga besar,” saran Bola.net (10/10).

Penempatan gelandang serang pun perlu disesuaikan dengan lawan. Dalam duel keras seperti melawan Irak, pemain dengan kemampuan tusukan dan tembakan jarak jauh sangat dibutuhkan. Jika terlalu bergantung pada kombinasi umpan pendek, Indonesia berisiko kembali mandul.

Masalah stamina juga tak bisa diabaikan. Di babak kedua, intensitas pressing dan atak Indonesia kerap menurun, membuat lawan mampu membalikkan momentum (TVOneNews, 11/10). Rotasi yang tepat dan variasi strategi jadi kunci agar tim tak kehilangan ritme permainan.

Efektivitas finishing saat ini jadi pekerjaan rumah paling besar bagi Timnas Indonesia. Dominasi bola tak berarti apa-apa tanpa penyelesaian akhir yang tajam. Pembenahan teknik, chemistry antar pemain, rotasi striker, hingga peran playmaker harus jadi prioritas. Dengan pembenahan itu, mimpi Garuda menyaingi tim-tim top Asia dan menembus putaran final Kualifikasi Dunia akan lebih realistis untuk diwujudkan (Bola.com, 10/10)