07.10.2025
Waktu membaca: 4 menit

Mengapa Mohamed Salah Tak Setajam Dulu di Liverpool?

Mengapa Mohamed Salah Tak Setajam Dulu di Liverpool?

Nama Mohamed Salah dulu identik dengan ketajaman, kecepatan, dan insting mematikan di depan gawang. Tapi musim 2025–26 ini, bintang Mesir itu tampak kehilangan sengatan. Menurut analisis The Guardian (06/10), Liverpool kini seperti kehilangan sayap kanan yang selama ini jadi senjata utama mereka. Sejak Trent Alexander-Arnold tidak lagi mengisi peran bek kanan klasiknya, aliran bola ke Salah makin jarang.

Dalam beberapa pekan, The Reds berubah dari pemimpin klasemen menjadi tim yang kehilangan arah. Pertanyaannya: apakah ini karena Salah mulai menua, atau sistem Arne Slot yang belum nyatu?

Data dari Squawka (05/10) menunjukkan penurunan signifikan dari Salah musim ini. Ia hanya menghasilkan 0,34 xG+xA per 90 menit, turun lebih dari setengah dibanding musim lalu (0,87). Jumlah tembakannya juga merosot dari 22 menjadi 11 dalam tujuh laga pertama, dan jumlah sentuhan di kotak penalti anjlok 50%. Padahal, pada musim sebelumnya, Salah memimpin Premier League dalam touches in penalty area total 356 kali, hampir dua kali lipat dari pemain lain. Kini, ia bahkan tak masuk lima besar. Bagi pemain yang dikenal efisien memanfaatkan ruang, ini jadi sinyal bahaya.

Banyak yang langsung menuding usia Salah sebagai penyebab. Wajar? ia sudah berumur 33 tahun. Tapi laporan Total Football Analysis (04/10) menyebutkan bahwa secara fisik, profil sprint-nya masih di level elit. Salah masih mencatat 20 sprint per 90 menit dan kecepatan maksimal di kisaran 32,5 km/jam, hanya sedikit turun dari musim lalu.

Masalah sebenarnya bukan di kaki Salah, tapi di sekitarnya. Tanpa Alexander-Arnold yang biasa membantu overlap, Salah kini bermain lebih dalam dan jarang menerima bola di area berbahaya. Sementara rekrutan anyar seperti Florian Wirtz dan Jeremie Frimpong belum mampu menggantikan sinergi lama yang dulu membuat sisi kanan Liverpool mematikan.

Peran Baru Gagal : Chemistry Hilang, Identitas Pun Pudar

Menurut The Independent (02/10), Arne Slot sedang mencoba memainkan Salah lebih bebas bukan hanya sebagai winger, tapi juga creator yang turun ke tengah. Namun, perubahan ini belum efektif. Salah memang lebih banyak terlibat dalam build-up, tapi itu justru mengurangi peluangnya mencetak gol. Ia kini lebih sering memberi umpan ke Gakpo atau Isak ketimbang mencari posisi sendiri di depan gawang.

Slot berharap pendekatan baru ini bisa membuat serangan Liverpool lebih variatif, tapi sejauh ini hasilnya justru kebalikannya: permainan jadi lambat dan kehilangan fokus di momen akhir. Liverpool sudah tiga kali kalah karena kebobolan di menit akhir — sesuatu yang hampir tak pernah terjadi di era Klopp.

​​Masalah Liverpool musim ini bukan hanya soal individu, tapi juga hilangnya identitas. Seperti ditulis The Guardian, kombinasi “Salah–Alexander-Arnold” adalah duet paling produktif Premier League selama tujuh musim terakhir dengan lebih dari 1.100 umpan progresif. Kini, koneksi itu terputus. Dan tanpa “jalan tol kanan” itu, Liverpool tampak seperti tim yang tidak tahu harus memulai serangan dari mana. Florian Wirtz, yang diharapkan jadi penghubung baru, belum benar-benar klik. Menurut Squawka, umpan antar-dua pemain ini (Wirtz–Salah) hanya menghasilkan nilai expected possession peringkat ke-20 di tim. Itu menggambarkan betapa lemahnya koordinasi serangan mereka sejauh ini.

Selama periode Arnold – Salah, dia melakukan 1.161 umpan ke depan kepada Salah — 400 lebih banyak dibandingkan kombinasi lain mana pun di Liverpool, dan menurut perkiraanku, lebih banyak daripada kombinasi mana pun di Premier League.

 

Salah tanpa Arnold cukup memberikan turunnya touching dan shot

Banyak analis percaya belum tentu. Total Football Analysis menulis bahwa Salah masih punya peran besar tapi harus disesuaikan. Ia mungkin bukan lagi pemain yang bisa menusuk dari sayap tiap laga, tapi bisa menjadi false nine atau penyerang kedua yang memanfaatkan ruang di belakang Isak. Dengan kata lain, Liverpool butuh sistem baru yang kembali memusatkan permainan ke Salah, tapi tanpa memaksanya melakukan semua sendiri. Kalau Arne Slot bisa menemukan formula itu, “Raja Mesir” bisa bangkit lagi — dan bersama itu, Liverpool juga akan kembali ke jalur juara.